Foto: Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Kelima emiten tersebut adalah PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY), PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI), PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY), PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS).
Saham ARMY telah disuspensi perdagangannya sejak 2 Desember 2019., sudah lebih dari 24 bulan digembok. PT BESTPROFIT
Akar masalah awal atas disuspensinya saham ARMY adalah kasus penundaan pembayaran imbal hasil MTN Syariah Mudharabah Tahun 2019 Seri A yang diterbitkan perseroan.
BEI juga memberikan notasi khusus atas saham ARMY karena belum merilis laporan keuangan tahunan 2021. BESTPROFIT
Dalam publikasi laporan keuangannya untuk periode September 2021, perusahaan mencatatkan laba tahun berjalan senilai Rp 3,34 miliar. Anjlok 82,78% secara tahunan (year on year/YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 19,45 miliar.
Sedangkan pendapatan perusahaan turun menjadi Rp 41,33 miliar atau tumbuh negatif 13,72% YoY dari Rp 47,91 miliar di akhir kuartal ketiga 2020. BEST PROFIT
Beban keuangan perusahaan membenhkan menjadi Rp 2,33 miliar dari sebelumnya senilai Rp 37,30 juta.
Nilai kas dan setara kas perusahaan juga turun tajam menjadi Rp 5,78 miliar dari posisi akhir Desember 2020 yang senilai Rp 12,69 miliar. PT BESTPROFIT FUTURES
Kemudian untuk kasus saham ARTI, emiten yang bergerak di bidang jasa minyak dan gas ini juga mendapatkan notasi khusus dari bursa karena aspek harga, likuiditas perdagangan dan kinerja keuangannya.
Untuk diketahui, harga saham ARTI dalam 6 bulan terakhir di bawah Rp 51. Selain itu rata-rata perdagangan saham ARTI secara harian dalam 6 bulan terakhir nilainya di bawah Rp 5 juta dan volumenya di bawah 10.000 di pasar reguler.
Dari sisi kinerja, ARTI juga mencatatkan nilai ekuitas negatif. Hingga laporan keuangan terakhir yang diterbitkan perseroan yaitu per September 2021, nilai ekuitas ARTI tercatat minus Rp 207 miliar atau membengkak dari periode akhir 2020 yang tercatat negatif Rp 155,8 miliar.
Secara sederhana, nilai ekuitas yang minus mengindikasikan bahwa seluruh aset yang dimiliki oleh perusahaan dibiayai oleh utang.
Kewajiban atau liabilitas ARTI jangka pendek terus membengkak sejak 2019. Hingga akhir Desember 2019 nilai ekuitas ARTI masih tercatat sebesar Rp 801 miliar.
Namun di tahun tersebut rugi bersih ARTI tercatat mencapai Rp 349 miliar. Rugi bersih ARTI membengkak di tahun pandemi yang mencapai Rp 951 miliar.
Nilai kerugian yang terus membengkak dan porsi kewajiban perseroan yang jumbo membuat ekuitas atau modal ARTI tergerus.
Selanjutnya untuk kasus emiten teknologi ENVY, selain karena faktor likuiditas transaksi yang rendah, emiten yang satu ini juga tidak mencatatkan adanya pendapatan usaha.
Terakhir kali ENVY merilis laporan keuangannya adalah pada September 2020. Kala itu ENVY mencatatkan pendapatan sebesar Rp 2,6 miliar saja.
Padahal di tahun sebelumnya, pendapatan ENVY tercatat mencapai Rp 121,4 miliar. Artinya secara tahunan ENVY mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 98%.
Saham lain yang berpotensi terdepak adalah HDTX yang bergerak di bidang industri tekstil ini memiliki likuiditas transaksi yang rendah baik dari sisi nilai dan volume karena digembok oleh BEI.
Untuk diketahui, pihak Bursa telah menggembok perdagangan saham HDTX sejak 29 Mei 2019. Artinya sudah lebih dari 24 bulan saham ini disuspensi.
Selain itu, HDTX juga mencatatkan nilai ekuitas yang negatif. Terakhir, perseroan merilis laporan keuangannya pada September 2021 dan mencatatkan nilai ekuitas negatif sebesar Rp 10,6 miliar.
Perusahaan tekstil yang satu ini konsisten membukukan rugi bersih sejak tahun 2015. Sejak periode tersebut, tidak pernah sekalipun HDTX membukukan keuntungan bersih.
Terakhir ada emiten produsen kapas untuk kosmetik dan medis yaitu KPAS. BEI juga menggembok perdagangan KPAS sejak 24 Agustus 2021.
Keputusan untuk menggembok perdagangan saham KPAS oleh Bursa disebabkan karena KPAS memutuskan untuk menghentikan operasional produksi di tengah adanya goncangan pandemi Covid-19.
KPAS merilis laporan keuangan terakhir pada September 2021. Nilai pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 20,2 miliar.
Pendapatan perseroan turun lebih dari 50% dari tren historisnya pada periode 9 bulan yang mencapai lebih dari Rp 50 miliar.
Kelima saham di atas telah memenuhi dua kriteria utama untuk didepak dari papan pencatatan karena mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif pada kelangsungan usaha baik secara finansial maupun hukum dan karena adanya suspensi yang dilakukan oleh BEI dalam kurun waktu yang lama dalam hal ini 24 bulan.
Jakarta, CNBC Indonesia
TIM RISET CNBC INDONESIA
No comments:
Post a Comment