“Polarisasi yang terjadi pada dua sosok kuat sebagai calon ketua umum menjelang Muktamar ke-34 NU malah menciptakan ketegangan dan friksi di tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia ini,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya kepada Beritasatu.com di Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Dua tokoh yang dimaksud sebagai calon kuat ketua umum itu adalah petahana dua periode KH Said Aqil Sirodj dan KAtib Aam PB NU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya.
Sumber itu mengatakan, persaingan merupakan hal yang wajar selama dilakukan secara baik dan sehat. Persaingan yang baik justru akan mendorong lahirnya pemimpin yang unggul dan teruji kapasitasnya. PT BESTPROFIT
Di sisi lain, kata sumber dari kalangan NU itu, penyelenggaraan Muktamar juga masih simpang siur. Pasalnya, saat ini ada potensi kemunculan gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia. BEST PROFIT
Terlebih, kata dia, hingga saat ini telah terkonfirmasi lebih dari 2.000 peserta dari seluruh cabang dan wilayah di 34 provinsi akan ikut meramaikan kegiatan tersebut. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kerumunan dan yang akan berdampak pada munculnya episentrum baru penyebaran Covid-19.
Sumber itu mengatakan, Said Aqil Sirodj dan Gus Yahya lebih populer dibandingkan kiai-kiai NU lain, seperti KH Marzuki Mustamar (Ketua Umum PWNU Jatim), KH Marsudi Syuhud (Ketua PBNU), KH Ahmad Bahaudin (Gus Baha), Muhaimin Iskandar (Cak Imin), hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, hasil lembaga survei independen mencatat, baru 43% dari seluruh pengurus wilayah dan cabang NU di Indonesia yang telah secara bulat menentukan arah dukungan mereka.
“Pertanyaannya, bagaimana dengan 57% suara pengurus wilayah dan cabang NU lainnya? Ke mana mereka akan melabuhkan pilihan,” ujar sumber itu. BESTPROFIT
Disebutkan, persaingan antara dua calon ketua umum tersebut berjalan bukan tanpa gesekan. Dari 43% pengurus wilayah dan cabang NU yang telah menentukan arah dukungan KH Said Aqil Sirdj hanya unggul tipis, yakni 47% suara. Sementara, KH Yahya Cholil Staquf didukung 46% suara. Hal ini, ditambah 57% pengurus cabang dan wilayah yang belum menentukan pilihan, menunjukkan ada kegamangan dukungan menjelang Muktamar ke-34 NU ini.
“Perang propaganda yang bermunculan tidak lagi ada pada tataran adu visi, misi, dan program, namun sudah mengarah pada framing personal, yang sudah tidak lagi mencerminkan semangat Nahdliyin,” kata sumber tersebut. PT BESTPROFIT FUTURES
Menurut hasil survei dari lembaga survei independen, ujar dia, didapatkan informasi bahwa terdapat 52% potensi gesekan yang berkepanjangan jika salah satu dari dua calon kuat ketua umum gagal dalam pencalonan. Selain itu, terdapat 46% potensi munculnya dualisme kepemimpinan atau adanya Muktamar tandingan jika kedua calon kuat tersebut masih terus didorong untuk berkontestasi.
Dengan masih banyaknya suara mengambang (grey area) yang belum menentukan kemana arah dukungan akan diberikan, terlebih terdapat indikasi banyaknya swing voters dari setiap kubu, potensi perubahan peta kekuatan masih sangat memungkinkan untuk terjadi. Perubahan ini nyatanya akan mendorong pada berbagai macam opsi yang perlu diupayakan untuk meminimalisasi dampak pergesekan dari kontestasi yang kini sudah berjalan.
Maka, ujar sumber tersebut, opsi jalan tengah bisa saja menjadi jawaban dari sengkarutnya proses menuju Muktamar ke-34 NU. Calon alternatif merupakan salah satu jawaban segar untuk meredam tensi yang sudah terlanjur tinggi.
“Namun, pertanyaan lanjutannya adalah, relakah KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf menarik diri dari kontestasi demi keutuhan dan persatuan NU yang kita cintai ini? Tidak adakah sosok lain yang mampu menyatukan serta mengayomi seluruh warga NU ke depan?” ujarnya.
Sumber itu melanjutkan, “Pesta demokrasi ini sepatutnya menjadi ajang pencarian kader-kader unggul yang berkualitas, berpikiran maju, konstruktif, serta mampu mempersatukan seluruh elemen di tubuh NU. Itu semua demi kebesaran dan kejayaan NU ke depan”.
Sumber : Jakarta, Beritasatu.com
No comments:
Post a Comment