- MDKA menguat signifikan dan menjadi top movers IHSG tahun 2023
- Valuasi perusahaan jauh lebih mahal dari kompetitor utama dan industri secara keseluruhan
- Perusahaan memiliki tingkat utang tinggi dengan Rp 3,31 triliun jatuh tempo tahun ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan emas milik Menteri Pariwisata RI Sandiaga Uno, Merdeka Copper Gold (MDKA), telah mengalami penguatan signifikan sejak awal tahun 2023. Penguatan ini terjadi meski harga saham perusahaan yang berdasarkan rasio valuasi masih relatif mahal.
Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham MDKA telah menguat 15,30% dan menjadi salah satu emiten penggerak utama (movers) IHSG, berada tepat di belakang GoTo Gojek Tokopedia (GOTO).
Sepanjang tahun ini saham MDKA juga tercatat masuk dalam jajaran emiten dengan nilai transaksi jumbo dan salah satu yang paling diincar asing. Catatan beli bersih (net buy) asing di saham MDKA sepanjang tahun ini mencapai Rp 886 miliar dan hanya kalah dari Bank Negara Indonesia (BBNI).
Valuasi Saham Masih Mahal
MDKA mampu mencatatkan kinerja keuangan fantastis tahun lalu dengan outlook ke depan untuk komoditas logam dasar dan logam berharga yang diramal positif juga ikut menjadi pendorong naiknya harga saham perusahaan secara signifikan.
Meski demikian, kenaikan cepat tersebut membuat rasio valuasi perusahaan tercatat masih relatif mahal, khususnya setelah dibandingkan dengan para kompetitor.
Saat ini saham perusahaan diperdagangkan 7,39 kali (PBV) lebih mahal dari nilai buku dan 81 kali (PER) lebih tinggi dari laba per saham dasar perusahaan.
Rasio valuasi perusahaan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sejumlah kompetitor utama termasuk Aneka Tambang (ANTM) dan Vale Indonesia (INCO). Nilai PBV ANTM dan INCO masing-masing 2,21 kali dan 1,81 kali nilai buku, sedangkan PER keduanya tercatat 14,27 kali dan 21,25 kali laba per saham dasar.
Rasio valuasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan rerata industri yang berdasarkan data 12 bulan terakhir memiliki PBV dan PER masing-masing 0,81 dan 7,32.
Selain itu perusahaan juga memiliki utang yang relatif jumbo dibandingkan dengan kompetitor yang bergerak di industri yang sama. Data Refinitiv mencatat total utang berbunga MDKA hingga akhir September mencapai US$ 1,23 miliar (Rp 18,45 triliun) atau setara dengan 61% ekuitas perusahaan. Sebagai perbandingan catatan utang ANTM hanya Rp 4,37 triliun atau setara 19,4% ekuitas, sementara INCO utangnya tercatat hanya US$ 6,47 juta (Rp 97,05 miliar) atau kurang dari 1% ekuitas perusahaan.
MDKA memiliki kewajiban utang dari penerbitan obligasi sebesar Rp 3,31 triliun yang akan jatuh tempo pada tahun 2023 ini.
Dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, MDKA mencatatkan pendapatan US$ 626,02 juta atau setara dengan Rp 9,39 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$), naik 140% secara tahunan (yoy). Sementara itu laba bersih perusahaan tercatat melonjak 228% secara tahunan menjadi US$ 69,19 juta (Rp 1,04 triliun).
Bisnis Perusahaan dan Prospek ke Depan
Merdeka Copper Gold merupakan emiten yang bergerak di sektor basic material dan merupakan operator sejumlah tambang utama di Tanah Air. Portofolio bisnis perusahaan membentang dari mulai dari emas, tembaga hingga nikel.
MDKA memiliki tambang emas Tujuh Bukit yang dikelola oleh PT Bumi Suksesindo di Banyuwangi, Jawa Timur, tambang tembaga Wetar di Maluku, proyek tambang tembaga Bukit Tujuh, proyek emas Pani di Gorontalo.
MDKA juga sedang mengembangkan proyek nikel di Sulawesi Tenggara, melalui akuisisi proyek nikel dan dua pabrik peleburan yang sedang beroperasi. Pada 2022, melalui anak perusahaan PT Batutua Tembaga Abadi, MDKA mengakuisisi 55,3% kepemilikan PT Merdeka Battery Materials.
Sektor tambang emas dan logam dasar lainnya telah mengalami kenaikan signifikan tahun ini akibat permintaan tinggi setelah pembukaan ekonomi China yang lebih luas. Ke depannya, permintaan akan komoditas logam diprediksi akan terus meningkat khususnya untuk memenuhi pasokan yang dibutuhkan dalam transisi energi hijau.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH