Thursday, October 31, 2024

IHSG Mulai Pulih Diselamatkan Oleh Deretan Saham Ini

 

Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau berhasil menguat pada perdagangan sesi I Kamis (31/10/2024), setelah selama enam hari beruntun merana hingga ke level psikologis 7.500.

Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG menguat 0,19% ke posisi 7.583,97. IHSG sempat menyentuh kembali level psikologis 7.600 pada awal sesi I hari ini. Namun sekitar pukul 11:00 WIB atau 60 menit sebelum berakhirnya sesi I, IHSG kembali ke level 7.500-an.Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 6 triliun dengan melibatkan 12 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 801.870 kali. Sebanyak 282 saham naik, 266 saham turun, dan 231 saham cenderung stagnan.

Secara sektoral, sektor energi menjadi penyokong terbesar IHSG pada sesi I hari ini yakni mencapai 1,04%.

Sementara itu dari sisi saham, dua emiten perbankan raksasa yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penyokong terbesar yakni masing-masing 17,5 dan 6,6 indeks poin. Selain itu, adapula emiten Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebesar 2,9 indeks poin.

Berikut daftar saham yang menjadi penyokong atau movers IHSG pada sesi I hari ini.

IHSG cenderung menguat setelah enam hari beruntun merana. Kinerja keuangan beberapa perbankan besar pada kuartal III-2024 yang cenderung masih positif membuat pasar kembali melirik saham-saham perbankan besar setelah merana dalam beberapa hari terakhir.

Adapun empat perbankan raksasa sudah merilis kinerja kuartal III-2024. Pertama yakni BBCA, di mana laba bersihnya mencapai Rp 41,1 triliun, tumbuh 12,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal III-2024, dari setahun sebelumnya sebesar Rp 36,4 triliun.

Kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) membukukan laba Rp16,3 triliun hingga September 2024, naik 3,52% secara tahunan (yoy).

Selanjutnya BBRI di mana Laba kepada para pemilik induk senilai Rp45,06 triliun pada periode Januari hingga September 2024 atau naik tipis 2,4% dari perolehan pada periode yang sama tahun lalu (yoy).

Terakhir BMRI yang resmi mengantongi laba bersih sebesar Rp 42 triliun pada kuartal III-2024, tumbuh 7,56% secara tahunan (yoy).

Meski kinerja perbankan raksasa masih positif hingga kuartal III-2024, tetapi pasar tampaknya masih cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi di luar maupun dalam negeri, di mana pada Jumat besok menjadi hari yang amat penting bagi pelaku pasar karena banyaknya data yang akan dirilis.

di kawasan Asia, China terpantau akan merilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing untuk periode Oktober 2024 pada Kamis (31/10/2024). Proyeksinya PMI Manufaktur China akan meningkat dari 49,8 menjadi 50,1 atau dari level kontraksi menjadi ekspansif.

Jika aktivitas manufaktur China benar-benar pulih, hal ini akan memberikan sentimen positif bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang utamanya karena akan kembali menggenjot ekspornya.

Selain itu, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) juga akan merilis data suku bunga acuannya untuk periode Oktober. Saat ini konsensus menilai bahwa BoJ masih akan kembali menahan suku bunga acuan jangka pendek di sekitar 0,25%.

Hal penting lainnya dari BoJ yakni pada saat yang bersamaan akan dirilis laporan prospek kuartalan BoJ yang akan memberikan penilaian terhadap ekonomi Jepang.

Dari dalam negeri, pasar menanti rilis inflasi dan aktiitas manufaktur Indonesia pada Jumat (1/11/2024). S&P Global akan merilis PMI Manufacturing untuk Indonesia. Hal ini menjadi penting karena kita dapat melihat kondisi aktivitas manufaktur di Indonesia apakah sudah membaik atau tidak.

Begitu juga data indeks harga konsumen (IHK) atau data inflasi, di mana hal ini juga penting karena kita dapat melihat apakah Indonesia akan kembali mengalami deflasi secara bulanan atau mulai kembali bangkit dan mencatatkan inflasi secara bulanan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Wednesday, October 30, 2024

Ini Respons Bos BRI Soal Rencana Prabowo Hapus Utang Petani & Nelayan

 

Paparan Linerja BRI Q3 2024. (Dok. BRI)
Foto: Paparan Linerja BRI Q3 2024. (Dok. BRI)

Jakarta, CNBC Indonesia Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Surnarso buka suara soal rencana pemutihan kredit 5 hingga 6 juta petani dan nelayan yang pernah berutang tapi tidak sanggup membayarnya. Menurutnya kebijakan tersebut sejatinya sudah lama ditunggu-tunggu oleh pihak BRI.

"Kebijakan tentang bank-bank BUMN boleh melakukan hapus tagih itu sebenarnya sudah ditunggu-tunggu," ungkap Sunarso dalam paparan kinerja BRI kuartal III-2024, Rabu (30/10/2024).

Sirinya mengungkapkan selama ini bank BUMN tidak beran melakukan hapus tagih karena masih ada berbagai aturan yang mengkategorikan jika bank BUMN melakukan hapus tagih maka itu bisa jadi masuk kerugian negara.

"Jadi intinya kebijakan hapus tagih untuk UMKM itu memang ditunggu oleh Himbara,"

Dirinya menjelaskan bahwa saat ini hal terpenting adalah terkait penetapan tentang kriteria yang seperti apa yang utangnya bisa dihapus tagih. Hal ini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan moral hazard.

Terkait dampak ke BRI secara perusahaan, Sunarso dengan tegas menyebut pihaknya telah mengkalkulasi dan akan memasukkan dalam rencana keuangan apabila aturan ini diimplementasikan.

"Sepanjang tidak terjadi moral hazard, maka BRI sudah mengkalkulasi kira-kira dampaknya terhadap kinerja keuangan BRI yang kita masukan dalam perencanaan keuangan tahun depan ketika diberlakukannya kebijakan ini," sebur Sunarso.

Dirinya menambahkan bahwa salah satu hal yang paling penting terkait kebijakan pemutihan dari blacklist adalah agar warga RI kuat dalam berusaha dan bisa punya akses pembiayaan dan kemudian bisa berusaha lagi. Sementara itu bagi bank memberikan kesempatan kepada masyarakat lewat hapus tagih, bukan berarti menjadi kerugian negara.

Tuesday, October 29, 2024

10 Tanda Seseorang Tidak Bisa Keluar dari Jebakan Kelas Menengah

 

Petugas PT Angkasa Pura (AP) II (Persero) memantau pergerakan  posko terpadu pengamanan dan pelayanan bagi penumpang periode Natal 2023 dan tahun baru 2024 di Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (27/12/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Petugas PT Angkasa Pura (AP) II (Persero) memantau pergerakan  posko terpadu pengamanan dan pelayanan bagi penumpang periode Natal 2023 dan tahun baru 2024 di Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (27/12/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak orang kelas menengah menikmati penghasilan stabil dan gaya hidup yang nyaman. Namun, meskipun bekerja keras, mereka sering kali kesulitan membangun kekayaan yang signifikan.

Konsep jebakan pendapatan menengah atau middle income trap, yang pertama kali diperkenalkan oleh Bank Dunia pada 2007, juga dapat terjadi dalam keuangan pribadi. Hal ini merujuk pada kondisi stagnasi ekonomi di mana individu sulit meningkatkan pendapatan dan akumulasi aset.


Meskipun memiliki pendapatan yang cukup, faktor perilaku dan struktural kerap menjadi penghambat pertumbuhan kekayaan mereka. Berikut adalah beberapa tanda bahwa seseorang mungkin terjebak dalam jebakan finansial kelas menengah, dikutip dari New Trader U:

1. Inflasi Gaya Hidup

Ketika pendapatan meningkat, pengeluaran juga ikut naik, bahkan melebihi kenaikan gaji. Kebiasaan ini memicu konsumsi yang berlebihan dan mengurangi kesempatan menabung atau berinvestasi.

2. Rasa Puas yang Berlebihan

Pencapaian gaya hidup yang nyaman sering kali membuat seseorang merasa puas dan tidak terdorong untuk meningkatkan karier atau pendapatan. Akibatnya, mereka terjebak dalam stagnasi ekonomi yang sulit ditembus.

3. Pengelolaan Keuangan yang Buruk

Banyak dari kalangan kelas menengah lebih fokus pada konsumsi daripada menabung dan berinvestasi. Aset seperti rumah sering kali dibiarkan tanpa pemeliharaan yang tepat, yang dapat menurunkan nilainya seiring waktu.

4. Tingginya Biaya Hidup

Biaya kebutuhan utama, seperti hunian, pendidikan, dan kesehatan, menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka. Dengan biaya yang terus meningkat, ruang untuk menabung semakin sempit.

5. Terjebak dalam Utang

Utang, seperti cicilan rumah, pinjaman pendidikan, dan kartu kredit, menjadi beban finansial yang signifikan. Pengeluaran untuk membayar utang menghambat kemampuan mereka untuk mengalokasikan dana ke investasi yang menguntungkan.

6. Minimnya Akses ke Peluang Investasi

Meskipun memiliki akses kredit, mereka umumnya kekurangan modal yang diperlukan untuk investasi bernilai tinggi. Hal ini membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan kekayaan secara signifikan.

7. Kesenjangan Pengetahuan Finansial

Kurangnya pemahaman tentang strategi keuangan tingkat lanjut menjadi hambatan besar dalam membangun kekayaan. Pengetahuan yang terbatas ini menyebabkan keputusan finansial yang kurang optimal.

8. Ketiadaan Pendidikan Keuangan di Sekolah

Pendidikan keuangan tidak diajarkan secara komprehensif di sekolah, sehingga banyak orang terpaksa belajar sendiri. Ketiadaan pemahaman ini dapat berdampak pada keputusan finansial yang tidak menguntungkan.

9. Ketakutan Mengambil Risiko

Kelas menengah cenderung menghindari risiko finansial dan lebih mengutamakan keamanan pekerjaan. Sikap konservatif ini membuat mereka sulit meningkatkan kekayaan dalam jangka panjang.

10. Pengaruh Lingkungan Finansial

Lingkungan yang tidak memprioritaskan pendidikan keuangan dapat menimbulkan kebiasaan finansial yang tidak produktif. Seseorang harus berupaya keras untuk mempelajari strategi keuangan baru agar bisa keluar dari jebakan ini.