Jakarta, CNBC Indonesia - Hengkangnya investor asing dari beberapa emiten di Indonesia disebut menjadi beban Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Diketahui, IHSG sempat terpuruk kembali ke level Rp6.726,92 pada perdagangan minggu lalu, Rabu, (19/6/2024), meski per Rabu kemarin, (26/6/2024), IHSG kembali menguat ke Rp6.905,64.
Selama satu minggu, net foreign sell investor asing di regional market tercatat sebesar Rp729,38 miliar. Hal ini melanjutkan tren setahun ini, dimana net sell asing di regional tercatat sebesar Rp20,31 triliun secara year to date.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy tak menampik bahwa saham-saham dengan nilai net sell asing terbesar turut membebani kinerja IHSG.
"Berdasarkan data per 1 Mei-19 Juni 2024, top 10 saham-saham dengan nilai net sell asing terbesar, yakni, BMRI, BBRI, BBCA, BBNI, TLKM, SMGR, ASII, TOWR, UNTR, dan TAPG yang secara total berkontribusi cukup signifikan terhadap penurunan IHSG pada periode tersebut," jelas Irvan kepada wartawan, Senin (24/6/2024).
Adapun beberapa hal yang turut mendorong penurunan IHSG dan aksi jual asing, menurutnya adalah sikap hawkish The Fed yang menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) dan sekaligus memberikan tekanan kepada negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Selain itu, Konflik geopolitik di Timur Tengah yang berkepanjangan dan Mata uang rupiah yang masih terdepresiasi sebesar 5,68% (ytd) hingga Rabu (19 Juni 2024) juga menjadi salah satu faktor penekan IHSG.
"Sebab lainnya adalah tingkat suku bunga BI yang masih relatif tinggi di Indonesia, dan berimplikasi pada kenaikan yield instrumen pendapatan tetap," jelasnya.
Selain itu, terdapat data-data ekonomi domestik yang mempengaruhi sentimen pasar, di antaranya defisit transaksi berjalan RI yang mengalami kenaikan dari US$1,1 miliar menjadi US$2,2 miliar pada kuartal I-2024, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur RI turun dari 52,9 menjadi 52,1 pada Mei 2024 dan (iii) Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) RI turun dari 127,7 menjadi sebesar 125,2 pada Mei 2024.
Adapun faktor lainnya melingkupi peningkatan kepemilikan investor terhadap instrumen-instrumen lain seperti SBN, SBSN, dan SRBI, penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley, volatilitas harga saham-saham tertentu, dll.
No comments:
Post a Comment