Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau berbalik ke zona merah pada perdagangan sesi I Senin (10/6/2024), setelah sempat dibuka naik cenderung tipis pada awal sesi I hari ini.
Per pukul 09:55 WIB, IHSG terkoreksi 0,57% ke posisi 6.858,58. Pada pembukaan perdagangan sesi I hari ini, IHSG sempat naik 0,15% ke 6.908,62. Selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung terkoreksi dan masih bertahan di level psikologis 6.800.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 2,2 triliun dengan melibatkan 4,9 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 324.982 kali.
Secara sektoral, sektor infrastruktur kembali menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 1,68%.
Selain itu, beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin |
Barito Renewables Energy | BREN | -21,36 |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -6,90 |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -4,70 |
Bank Negara Indonesia (Persero) | BBNI | -4,37 |
Astra International | ASII | -3,75 |
Sumber: Refinitiv
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menjadi penekan terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 21,4 indeks poin.
Bahkan, saham BREN kembali menyentuh auto reject bawah (ARB) pada sesi I hari ini. Saham BREN sendiri sudah mencetak ARB selama tujuh hari, meski tidak beruntun.
Perdagangan saham BREN masih mempergunakan sistem full call auction (FCA), sehingga pergerakannya masih cenderung sulit untuk diprediksi, meski ada Indicative Equilibrium Price (IEP) sebagai acuan pergerakannya pada hari ini.
Saham BREN yang masih terus terkoreksi parah membuat IHSG selalu merana ketika memasuki pukul 09:55 WIB, di mana sudah lima hari IHSG terbebani oleh saham BREN. Hal ini karena saham BREN merupakan salah satu saham dengan kapitalisasi pasar besar (big cap), sehingga pergerakannya cenderung mempengaruhi IHSG.
Di lain sisi, IHSG cenderung merana karena kembali memburuknya sentimen global, setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) kembali memanas.
Data pasar tenaga kerja yang keluar Jumat pekan lalu ada Non Farm Payroll (NFP) atau pekerjaan tercatat di luar pertanian yang mencetak 272.000 pekerjaan pada Mei 2024.
Angka ini lebih tinggi dari konsensus yang hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Sementara itu untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%.
Ketika pasar tenaga kerja masih ketat, maka penghasilan masyarakat AS masih akan memenuhi untuk konsumsi bertahan kuat. Imbasnya, inflasi kemungkinan besar masih akan sulit untuk turun mencapai target the Fed.
Pekan ini, tepatnya pada Rabu malam waktu Indonesia, AS akan merilis data inflasi periode Mei 2024.Saat ini konsensus memperkirakanheadline inflationakan tumbuh stabil di 3,4% (year-on-year/yoy) dan inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.
Jika data inflasi keluar meleset dari perkiraan, kemungkinan terburuk akan berujung pada kebijakan ketat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih akan dipertahankan lebih lama dari perkiraan. Pasar kini semakin pesimis jika pada tahun ini tidak akan ada pemangkasan suku bunga.
Menurut perhitungan perangkat CME FedWatch Tool, pada pertemuan pekan ini yang akan berlangsung sehari setelah rilis inflasi sudah 97,8% peluang mempertahankan suku bunga. Sementara pemangkasan suku bunga pada September kian menyusut menjadi 46,6%, padahal pada akhir pekan lalu masih di atas 50%.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed kini sudah semakin mundur dari perkiraan. Jika pada pertemuan terdekat ini nada the Fed masihhawkish,maka gejolak di pasar keuangan, terutama di aset berisiko kemungkinan besar masih berlanjut, termasuk di pasar saham Tanah Air.
CNBC INDONESIA RESEARCH
No comments:
Post a Comment