Friday, February 9, 2024

Dulu Raja Kain & Dekat dengan Soeharto, Kini Tenggelam Tertimbun Utang

 Pabrik Sritex (Bloomberg via Getty Images/Bloomberg) Foto: Pabrik Sritex (Bloomberg via Getty Images/Bloomberg)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex bukan perusahaan kemarin sore. Dia telah berdiri lebih dari 50 tahun. 

Namun siapa sangka nama perusahaan tekstil raksasa yang berjaya sejak era Presiden Soeharto ini tenggelam tertimbun utang. 

Pada laporan keuangan September 2023, SRIL mencatat rugi bersih US$ 115,2 juta atau setara Rp 1,77 triliun (kurs Rp 15.440). 


Lialibitas atau kewajiban utang SRIL mencapai US$ 1,54 miliar, terdiri dari liabilitas jangka pendek US$ 106,41 juta dan jangka panjang US$ 1,44 miliar.

Defisit modal pun semakin bengkak dari US$ 781,01 juta per 31 Desember 2022 menjadi US$ 895,53 juta per 30 September 2023. 

Perusahaan ini juga dibayangi oleh peringatan delisting dari Bursa Efek Indonesia. Sebagai informasi, BEI telah mensuspensi saham SRIL selama lebih dari 30 bulan. 

Adapun sejarah perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.

Dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki.

Tak disangka bisnisnya moncer. Dua tahun berselang dia mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex pada 1980.

Tak banyak cerita 'tangan dingin' Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai 'raja' industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.

Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto. Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

"Di dalam negeri, ketika itu Sritex (tahun 1990-an) menerima orderan seragam batik Korpri, Golkar, dan ABRI," tulis Tempo. Dan karena ini pula Sritex mendapat jutaan rupiah dan dollar, ditambah dengan penguasaanya terhadap pasar garmen di dalam dan luar negeri.

No comments:

Post a Comment