Thursday, November 28, 2024

Gurita Bisnis Salim Kuasai Ritel, Data Center Hingga Tambang RI

 

BINTAN ISLAND, INDONESIA - JULY 09: Anthony Salim poses during a portrait session on July 09, 2012 in Bintan Island, Indonesia. Anthony Salim or Liem Sien Hong, son of senior Indonesian businessman Sudono Salim or Liem Sioe Liong, is CEO of Salim Group and one of the 10 Most Influential Business Leaders in Indonesia and Asia. He was considered to be integral in the rebuilding of the Salim Group's business empire after it suffered a setback following the 1998 economic crisis. Before the economic crisis, Salim Group was the largest conglomerate in Indonesia with assets of U.S. $ 10 billion. Forbes magazine even named Liem Sioe Liong, founder of the Salim Group, as one of the richest people in the world. (Photo by Yuli Seperi/Getty Images)
Foto: Getty Images/Yuli Seperi

Jakarta, CNBC Indonesia - Konglomerat Anthoni Salim dan keluarga dikenal dengan bisnisnya di berbagai sektor dan manuver yang menjadi penggerak pasar saham dalam negeri. Lewat Grup Salim, Anthoni Salim menguasai sejumlah emiten kakap RI, mulai dari di bidang consumer goods, perbankan, perkebunan, hingga pertambangan.

Generasi pertama keluarga Salim, yaitu ayah Anthoni Salim, Liem Sioe Liong (Sudono Salim), dulunya dikenal sebagai pemegang saham pengendali bank terbesar di Indonesia saat ini (berdasarkan nilai kapitalisasi pasar) yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Namun, Grup Salim harus kehilangan mayoritas sahamnya di BBCA saat krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998. Saat itu, bank dengan aset Rp 1.228 triliun mengalami bank rush dari nasabahnya ketika Sudono Salim diisukan meninggal dan saat kerusuhan Mei 1998 meletus.Keringnya likuiditas akibat merosotnya Dana Pihak Ketiga (DPK), membuat BBCA sampai harus diambil alih dan disuntik modal oleh pemerintah serta disehatkan di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Saat itulah Grup Salim kehilangan kendali atas BBCA dan kini telah berpindah tangan ke Grup Djarum milik Hartono bersaudara di bawah PT Dwimuria Investama Andalan.

Namun setelah kehilangan BBCA, kekayaan Grup Salim tidaklah menyusut. Kuncinya adalah ekspansi dan diversifikasi bisnis yang dilakukan.

Selama ini, Grup Salim paling dikenal dengan dua emiten konsumen yang mereka miliki yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) serta anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Sebagai perusahaan induk, INDF mengempit 80,53% saham ICBP yang menjual berbagai produk makanan dan minuman yang tentunya sudah tak asing lagi bagi konsumen di Indonesia.

Berbagai merek ICBP di berbagai segmen meliputi Indomie & Pop Mie untuk kategori mie instan, Susu Indomilk, Snack Chitato hingga Qtela, berbagai bumbu masak dengan merek Indofood mulai dari saus, kecap dan bumbu instan, makanan untuk bayi dengan merek SUN hingga berbagai merek minuman kemasan seperti Club untuk air mineral dan Ichi Ocha untuk kategori minuman berasa kemasan.

Segmen bisnis Indofood tidak hanya mencakup makanan jadi tetapi juga bahan makanan seperti gandum dengan merek Cakra Kembar, Segitiga Biru, Kunci Biru, Lencana Merah hingga Taj Mahal. Kemudian ada juga segmen bisnis yang membidangi usaha minyak goreng dan margarin dengan merek ternama seperti Bimoli, Delima, Happy, Palmia hingga Amanda.

INDF sendiri sebagai holding sebanyak 50,07% sahamnya juga dimiliki oleh Keluarga Salim lewat perusahaan investasinya yang listing di Bursa Hong Kong bernama First Pacific Co. Grup Salim tercatat menggenggam lebih dari 40% saham First Pacific yang nilai kapitalisasi pasarnya mencapai HKD12,51 miliar.

Di Indonesia, selain INDF dan ICBP, portofolio bisnis Grup Salim terbilang sangat terdiversifikasi baik yang merupakan perusahaan publik maupun privat dengan kepemilikan langsung maupun tak langsung.

Di segmen konsumen lainnya, perusahaan "Tbk" yang juga terafiliasi dengan Keluarga Salim adalah perusahaan pembuat roti dengan merek Sari Roti yakni PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI).

Keluarga Salim, lewat PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) menggenggam 25,77% saham ROTI.

Di samping itu, Salim juga berkongsi dengan keluarga Gelael di emiten pengelola KFC di Indonesia, Fast Food Indonesia (FAST) lewat DNET dengan kepemilikan 35,84%.

Jejak bisnis keluarga terkaya ketiga di Indonesia ini juga dapat dilacak lewat bisnis minyak gorengnya di bawah bendera PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang digenggam oleh INDF dan Indofood Agri Resources.

Kemudian, di sektor hulu perkebunan sawit, Keluarga Salim juga memiliki perusahaan bernama PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dengan kepemilikan lewat SIMP sebesar 59,48%.

Tidak hanya itu, bisnis Grup Salim juga merambah di sektor otomotif lewat PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) dan anak usahanya yakni PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS).

Untuk diketahui, 91,97% saham IMJS dikuasai oleh IMAS, sedangkan hampir 50% saham IMAS dikuasai oleh Gallant Venture yang merupakan perusahaan publik di Singapura yang sahamnya dikuasai oleh Salim dan Group Parallax dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai hampir SGD732,3 juta.

Selanjutnya, di bidang konstruksi dan engineering, Grup Salim juga memiliki portofolio bisnis di PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) lewat PT Metro Pacific Tollways Indonesia dengan kepemilikan sebesar 74,65%.

Asal tahu saja, Metro Pacific Tollways Indonesia merupakan anak usaha dari Metro Pacific Investment Corporation (MPIC) perusahaan publik yang listing di bursa Filipina yang juga dikendalikan oleh Salim sekeluarga.

Bisnis yang menggurita dari bos Indofood tersebut juga dibuktikan di sektor lain, yakni energi lewat kepemilikan Grup Salim di PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Di perusahaan yang digawangi oleh Arifin Panigoro ini, sebanyak 21,46% sahamnya dimiliki oleh perusahaan Singapura bernama Diamond Bridge yang juga dimiliki oleh Keluarga Salim.

Portofolio investasi Grup Salim selanjutnya adalah di emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang didirikan oleh Otto Sugiri. Sebagai informasi, DCII merupakan salah satu perusahaan yang fenomenal di pasar modal Tanah Air.

Perusahaan yang melantai pada 6 Januari 2021 tersebut harga sahamnya sempat melesat puluhan ribu persen sejak penawaran umum perdana saham (IPO) hingga pernah memiliki nilai kapitalisasi pasar mencapai lebih dari Rp100 triliun.

Sebelumnya Grup, Salim lewat Anthoni Salim memiliki saham DCII sebanyak 72,29 juta saham, namun pada akhir Mei 2021, Anthoni Salim menambah kepemilikannya dengan memborong 192,7 juta saham DCII dengan modal sampai Rp 1 triliun sehingga kepemilikannya menjadi 11,12%.

Kendaraan Keluarga Salim di sektor keuangan ada perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun bernama PT Indolife Pensiontama. Lewat perusahaan asuransi tersebut, keluarga Salim memiliki berbagai saham bank di portfolionya.

Untuk diketahui, PT Indolife Pensiontama mengempit saham PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang dimiliki oleh pengusaha nasional Chairul Tanjung sebesar 4,74% per 31 Desember 2022.

Perusahaan perbankan milik Chairul Tanjung yang lain yang bergerak sebagai digital bank yaitu PT Allo Bank IndonesiaTbk (BBHI) juga sebesar 6% sahamnya dimiliki oleh Keluarga Salim lewat kendaraan PT Indolife Investama Perkasa.

Sempat kehilangan kendali atas BBCA saat krisis moneter 2 dekade silam, kini Keluarga Salim kembali memegang kendali sebuah bank yaitu PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA).

Dalam keterbukaan informasi Bank Ina Perdana yang dipublikasikan pada 10 Januari 2020 yang disampaikan Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu dan Direktur Kepatuhan Bank Ina Wardoyo, menyebutkan Grup Salim resmi menjadi ultimate shareholder atau pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) bersama pemilik Bali United, Pieter Tanuri.

Dalam keterbukaan informasi tersebut, informasi fakta material yang disampaikan yakni terjadi perubahan struktur kepemilikan saham Bank Ina di mana perusahaan Grup Salim, PT Indolife Pensiontama menjadi pemegang saham pengendali, dari sebelumnya hanya dipegang oleh PT Philadel Terra Lestari milik Pieter. Lewat PT Indolife Pensiontama, Keluarga Salim mengempit 22,83% saham BINA.

Tidak ketinggalan, jejak bisnis Grup Salim juga menjangkau sektor teknologi dan media yang dimiliki oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja yaitu PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dikempit langsung oleh Anthoni Salim sebesar 9%.

Salim juga masuk ke emiten tambang RI. Grup Salim ikut masuk ke dua emiten yang terafiliasi Grup Bakrie, yakni emiten batu bara BUMI dan anak usahanya PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).

Di BUMI, Grup Salim masuk melalui Mach Energy (Hongkong) Limited (MEL) lewat skema private placement pada Oktober tahun lalu. Mach Energy (Hongkong) Limited menguasai 45,78% saham BUMI per akhir September 2023.

Komposisi pemegang saham MEL adalah PT Bakrie Capital Indonesia memiliki sebesar 42,5% saham MEL. Kemudian, Clover Wide Limited menguasai 15% saham. Terakhir, Mach Energy (Singapore) Pte. Ltd. (MPEL) memiliki 42,5% saham MEL.

Nah, Mach Energy Pte. Ltd adalah perusahaan di bawah Grup Salim. Anthoni Salim memiliki kendali penuh atas Mach Energy Pte. Ltd.

Sementara, Anthoni Salim menggunakan kendaraan investasi Emirates Tarian Global Ventures SPV, untuk masuk ke BRMS dengan porsi kepemilikan terbesar di perusahaan tambang emas tersebut, yakni mencapai 25,10%.

Teranyar, Grup Salim, bersama keluarga Panigoro dan Agoes Projosasmito (yang kerap disebut dekat dengan Grup Salim), menjadi pemegang saham emiten tambang produsen emas-tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang melantai pada 7 Juli 2023.

Saham AMMN sukses terbang 300-an persen sejak melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) dan memiliki kapitalisasi pasar (market cap) Rp496,03 triliun, terbesar keenam di bursa per 2 November 2023.

Grup Salim sendiri masuk ke AMMN via PT Sumber Gemilang Persada (SGP), menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan tersebut. Kemudian, Grup Salim juga memiliki porsi lewat kepemilikan Medco di AMMN. Diamond Bridge Pte. Ltd, seperti disinggung di atas, diketahui terafiliasi dengan Grup Salim dan merupakan pemegang saham Medco.

Selanjutnya tentakel Grup Salim juga mengikat AMMN lewat PT Pesona Sukses Cemerlang (PSC) yang dimiliki oleh bos pengelola KFC di Indonesia, Fast Food Indonesia (FAST) dan Edie Herjadi yang namanya muncul di perusahaan milik Grup Salim.

Pasca IPO, kepemilikan tidak langsung Anthoni Salim di AMMN mencapai 7,14%. Adapun secara keseluruhan untuk Grup Salim lewat sejumlah tentakel bisnis ditaksir mencapai 43,72%, lalu ada kongsi Agus Projo lewat AP Investment sebesar 15,58%, diikuti oleh total kepemilikan tidak langsung keluarga Panigoro sebesar 14,96%.

Jika ditotal-total, semua emiten yang terafiliasi dengan Grup Salim baik langsung maupun tak langsung, baik yang kepemilikannya hanya di bawah 10% hingga lebih dari 75% nilai kapitalisasi pasarnya mencapai ribuan triliun dan memiliki porsi signifikan atas total market cap IHSG.

Dengan tentakel bisnis yang menjulur kemana-mana, tak mengherankan apabila manuver Grup Salim menjadi perhatian dan kerap menjadi penggerak pasar dalam negeri.

No comments:

Post a Comment