Jakarta, CNBC Indonesia - Adalah Nardius, seorang pengusaha pakaian di pasar tradisional yang memiliki 14 lapak di pasar tradisional. Namun karena pandemi covid-19, lapak Nardius yang terletak di Pasar Serpong, Pasar Rumpin, dan sejumlah mal di Tangerang Selatan terpaksa tutup.
Akibat peristiwa lockdown yang berkepanjangan dan penurunan daya beli, dia harus merelakan tokonya satu per satu. Tak hanya itu, kini Nardius yang tidak berpenghasilan juga terjerat utang bank yang ditujukan untuk bisnis.
"Waktu Covid itu saya sempat bertahan satu tahun, karena masih ada harapan usaha kita bakal bangkit. Kerugian demi kerugian masa itu masih kita jalanin aja karena harapan masih ada, jadi satu sisi sewa (lapak) bulanannya (masih jalan), dan gaji karyawan, lalu (biaya) distribusi (tetap dibayar). Tanpa disadari itulah awal kemerosotan usaha saya secara drastis, terlebih lagi istri saya sakit," ujar Nardius dalam CNBC Indonesia Investime (9/9/2024).
Seperti diketahui, di tahun 2021 istri Nardius terkena kanker. Antara tahun 2021 hingga 2024, dia pun harus bolak-balik rumah sakit untuk menemani sang istri menjalani pengobatan.
"Istri lebih aktif di dagang, belanja itu dia (yang lakukan). Saat dia sakit ya sama-sama gak fokus lah, sakitnya kanker," imbuhnya.
Nardius yang dulu merupakan seorang pengusaha mapan kini harus hidup menumpang dengan anak-anaknya dan mengerjakan apapun demi penghasilan dan membayar utang. Dia pun mengatakan, saat ini dia sudah tidak ada lagi lapak usaha dijalaninya di pasar.
Dulu, usahanya sempat tahan krisis
Pengalaman bisnis Nardius tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Dirinya sudah terjun ke dunia usaha tahun 1986, dan bertahan menghadapi krisis ekonomi 1998.
Pada awalnya di tahun 1986, Nardius sempat bekerja sebagai karyawan di sebuah toko selama 2,5 tahun dengan upah Rp150 ribu. Dari situlah, Nardius memberanikan diri untuk terjun ke bisnis, memulai usaha sendiri hingga memiliki 14 cabang.
Apapun badai ekonomi yang terjadi, Nardius mengatakan bahwa hal itu tidak berpengaruh pada bisnisnya. Bahkan di era krisis ekonomi 1998 pun, Nardius merasakan adanya peningkatan dalam usahanya.
Nardius berhasil bertahan Pasar tradisional tempat berkumpulnya masyarakat berbelanja ada waktu. Saat itu
"Karena kita sudah bermain (berbisnis) di pasar, celah (peluang usaha) yang (bisa membuat bisnis) kita lebih meningkat waktu itu, kita cari emas di kampung. Disitu, mendorong usaha kita semakin naik lagi," imbuhnya.
Menurut Nardius, badai ekonomi yang saat ini dialami adalah sebuah fase dalam kehidupan yang harus dilalui. Dia pun yakin bahwa, dirinya akan segera melewati fase ini.
Sempat mencoba jualan online, tapi kalah saing
Persaingan harga ternyata membuat usaha Nardius sulit bertahan. Nardius mengatakan bahwa ada faktor ketidakberpihakan Pemerintah Indonesia terhadap masuknya barang-barang impor.
"Minggu pertama sangat menjanjikan sampai saya mengirim ke daerah-daerah, Surabaya, Semarang sampai Batam, sangat menjanjikan. Minggu kedua, saya sudah belanja di pabrik, sudah produksi di situ dan menurut saya tidak ada persaingan di sana. Ternyata di minggu ketiga itu, ada (pedagang online) yang menjual barang di bawah modal saya," ujarnya.
Menurut Nardius, dirinya tidak sendiri dalam menghadapi hal ini. Banyak sekali pedagang-pedagang lain yang juga mengalami masalah yang sama.
No comments:
Post a Comment