Wednesday, July 3, 2024

Muamalat atau Victoria, Jalan BTN Jadi Pesaing BSI Makin Sulit

 

Bank Muamalat (Dok: Bank Muamalat)
Foto: Bank Muamalat (Dok: Bank Muamalat)

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) untuk menjadi pesaing industri perbankan syariah semakin sulit. Seperti diketahui, BTN sedang dalam proses untuk melepas atau spin off unit usaha syariah (UUS) bank itu, BTN Syariah.

Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu, pada saat Public Expose Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan November lalu mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan dua letter of interest (LOI) kepada dua bank syariah untuk diakuisisi.

Nixon mengatakan pada saat itu, bahwa pada saat spin off rampung, BTN Syariah dapat menjadi Bank Umum Syariah (BUS) terbesar kedua di Indonesia berdasarkan aset. Ia mengungkapkan model bisnisnya nanti, BTN Syariah bakal tetap memiliki fokus utama di segmen perumahan, sesuai dengan ekosistem BTN.

Ia membeberkan kajian konsultan menyebut mengakuisisi bank syariah untuk menjadi "cangkang" adalah cara tercepat untuk dapat spin off sebelum melewati tenggat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni tahun 2026. Dua bank yang masuk dalam radar BTN adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (BMI) dan PT Bank Victoria Syariah (BVS).

Aset Bank Muamalat tercatat sebesar Rp64,9 triliun pada kuartal I-2024. Sementara itu, aset BTN Syariah pada periode yang sama sebesar Rp54,84 triliun.

Jika BTN Syariah merger dengan bank syariah tertua di RI itu, maka asetnya berpotensi setidaknya sebesar Rp119,74 triliun. Besaran itu bakal menjadikan BTN Syariah sebagai bank syariah terbesar hanya tepat di bawah PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) yang asetnya tercatat sebesar Rp357,90 triliun per kuartal I-2024.

Namun begitu, terdapat banyak faktor yang menghalangi realiasi rencana tersebut. Seperti, berbagai penolakan dari anggota DPR RI hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Rencana tersebut juga dikabarkan telah batal. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pihak yang memberikan pernyataan resmi mengenai hal tersebut.

Tanda batalnya aksi korporasi tersebut mulai terlihat dari mandeknya proses due diligence. Baik manajemen Muamalat dan BPKH selaku pemegang saham, mengatakan bahwa proses due diligence BTN dan bank syariah tertua di Indonesia itu, yang seharusnya sudah selesai bulan April, masih berjalan.

Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia, salah satu alasan batalnya rencana tersebut karena harga akuisisi Bank Muamalat yang terlalu mahal, yakni mencapai Rp10 triliun.

Bahkan, sumber CNBC Indonesia mengungkapkan BTN Syariah kini telah beralih ke BVS dan tengah dalam proses due diligence yang ditargetkan rampung bulan Juni agar dapat menyampaikan proposal akuisisi pada bulan September mendatang. Nilai akuisisi anak usaha PT Bank Victoria International Tbk. (BVIC) ini pun jauh lebih kecil dari BMI, yakni dikabarkan senilai Rp1,7 triliun.

Tetapi, jumlah aset BVS jauh lebih mini dibanding BMI. Berdasarkan laporan bulanan Mei 2024, aset BVS itu mencapai Rp3,12 triliun, naik 36,72% yoy.

Dengan demikian, bila BTN Syariah gabung dengan BVS, asetnya diasumsikan hanya akan mencapai setidaknya Rp57,96 triliun. Jumlah itu bahkan lebih kecil daripada BMI dan UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) yang juga hendak spin off, yakni sebesar Rp62,74 triliun per Maret 2024.

Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyayangkan bila bank pelat merah itu memutuskan untuk mencaplok BVS. Ia membeberkan dua alasannya.

"Pertama, penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah tidak akan menambah market share industri perbankan syariah nasional. Karena keduanya adalah bank syariah, maka menggabungkan keduanya tidak akan memberi dampak pada market share industri yang kini baru di kisaran 7,4%," ujar Yusuf saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2024).

Kedua, karena penggabungan aset BTN dan BVS akan menghasilkan BUS dengan ukuran yang jauh di bawah BSI yang saat ini menguasai industri perbankan syariah RI. Hal ini mengancam iklim persaingan yang sehat di industri tersebut.

"Jika spin-off diserahkan sepenuhnya ke industri, maka pelaku pasar akan cenderung memilih opsi yang paling efisien, mudah dan cepat dilakukan, antara lain mengakuisisi bank yang sudah memiliki rekam jejak dalam industri perbankan syariah, seperti BTN Syariah yang kini mengincar Bank Victoria Syariah. Dengan arah seperti ini, spin-off hanya sekedar membawa pada konsolidasi industri perbankan syariah saja," pungkas Yusuf.


Senada, Pengamat Perbankan Bina Nusantara (BINUS) Doddy Ariefianto mengatakan mengakuisisi BVS bukan langkah yang strategis bagi BTN untuk menjadi pesaing BSI. Ia bahkan mengatakan bahwa itu hanya akan menambah aset BTN Syariah dalam jumlah yang sangat kecil. Doddy bahkan berseloroh, BTN dapat mengkonversi bank syariah buku-1 itu menjadi kantor cabang saja.

Ia mengatakan bahwa proses due diligence seharusnya menunjukkan prospek bisnis ke dalam bertahun-tahun mendatang. Bukan hanya dari data neraca keuangan yang sekarang. Doddy juga mengatakan upaya membangun perusahaan baru memang pasti tidak mudah.

"Kalau mau [buat perusahaan baru yang] sempurna, bikin dari awal semuanya. Anda mulai dari sebidang tanah. Anda bangun mau kayak apa. Nah, itu bakal 100% sesuai keinginan Anda. Oh, berarti itu sempurna. [Ibaratnya] kalau ada barang second, pasti enggak sempurna. Pasti banyak belentang-belentang gelentongnya. Tinggal dinego aja. Ada coret di sini, ada coret di situ, ada di sini. Turun harganya 10%, 20%, 30%. Tinggal begitu saja," pungkas Doddy saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2024).

Doddy kemudian menyebutkan masih ada opsi lainnya bagi BTN untuk spin off, yakni dengan menyuntikkan modal

"Spin-off terus ditambahin modal, jadi gede juga. Tinggal mau aja induknya," ucapnya.

Menurut Doddy, opsi BTN untuk spin off, bergantung pada tujuannya. Jika tujuannya untuk menjadi pemain bank syariah terbesar RI kedua, bukan dengan mengakuisisi BVS. Terlebih, jika ingin menjadi bank syariah yang fokus pada pembiayaan perumahan.

Di sisi lain, Yusuf menilai opsi mengakuisisi Bank Muamalat berpotensi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik "dibandingkan kasus merger 3 bank BUMN syariah."

"Karena aset Bank Muamalat dan BTN Syariah yang relatif seimbang, segmen dan ekosistem pasar ke-2 bank syariah tersebut saling melengkapi, kinerja BTN Syariah akan banyak terbantu oleh infrastruktur Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama, dan ekspansi Bank Muamalat akan banyak terbantu oleh dukungan dari BTN sebagai induk," ujarnya.

"Kita berharap spin-off UUS BTN menjadi momentum bagi pemerintah dan BTN untuk menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menunjukkan afirmasinya dalam mengembangkan dan membesarkan market share industri perbankan syariah, sekaligus menghasilkan bank syariah dengan ukuran yang besar sebagai pesaing BSI dengan di saat yang sama tetap menjaga bahkan menguatkan core business BTN Syariah sebagai bank yang memiliki fokus di pembiayaan perumahan rakyat."

No comments:

Post a Comment