Tuesday, September 17, 2024

Saham BRIS Cetak Rekor Baru di Rp 3.180, Ini Penyebabnya

 

Bank Syariah Indonesia
Foto: Dok Bank Syariah Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten perbankan syariah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI terpantau kembali melesat dan mencetak rekor barunya pada sesi I Selasa (17/9/2024), di tengah prospek positif perseroan setelah adanya kemungkinan berakhirnya era suku bunga tinggi.

Per pukul 10:32 WIB, saham BRIS melejit 8,74% ke posisi Rp 3.110/unit. Bahkan, saham BRIS sempat melejit hingga 11,19% ke posisi Rp 3.180/unit.

Saham BRIS juga mencetak rekor tertinggi barunya (all time high/ATH) pasca merger pada sesi I hari ini. Adapun terakhir kali BRIS mencetak rekor ATH pasca merger yakni pada 25 Februari 2021 silam di Rp 2.887/unit.

Saham BRIS sudah ditransaksikan sebanyak 20.278 kali dengan volume sebesar 109,67 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 338,29 miliar. Adapun kapitalisasi pasar BRIS saat ini mencapai Rp 143,46 triliun.

Dari orderbook-nya, pada order bid atau beli, harga Rp 3.030/unit menjadi yang paling banyak antrean belinya pada sesi I hari ini, yakni mencapai 10.347 lot atau sekitar Rp 3,1 miliar.

Sedangkan di order offer atau jual, posisi harga Rp 3.190/unit menjadi yang paling banyak antrean jualnya pada sesi I hari ini, yakni sebanyak 69.959 lot atau sekitar Rp 22,3 miliar.

Saham BRIS kembali bergairah dan menyentuh ATH pada sesi I hari ini di tengah investor asing yang masing memborong saham perbankan syariah raksasa ini.

Dalam lima hari terakhir, asing tercatat sudah memborong saham BRIS sebanyak Rp 314,6 miliar. Menurut Head of Investor Relations BSI Rizky Budinanda, hal ini terjadi karena ekspektasi kinerja BRIS pada semester II-2024 yang cenderung positif karena adanya kemungkinan penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI).

"Ekspektasi kinerja positif sektor perbankan di semester dua 2024 menyusul kemungkinan penurunan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia dalam waktu dekat serta fundamental BSI yang solid," kata Rizky dalam keterangan resminya, Jumat (13/9/2024).

Berdasarkan laporan kinerja perseroan hingga semester I-2024, BRIS mengalami pertumbuhan laba bersih sebesar 20,28% secara tahunan (year-on-year/yoy), mencapai Rp 3,39 triliun. Total aset juga mengalami peningkatan 15,10% yoy menjadi Rp 361 triliun, dimana pembiayaan BRIS masih didominasi oleh segmen konsumer.

Kedepannya, bisnis emas akan menjadi mesin pertumbuhan baru BRIS di segmen pembiayaan konsumer dan bagian dari diversifikasi portofolio untuk menjaga stabilitas pendapatan perusahaan. Sebagai gambaran, investasi pada emas cukup menarik.

Per 30 Desember 2023, harga emas mencapai Rp 1,02 juta per gram, namun melonjak menjadi Rp 1,23 juta per gram pada 30 Juni 2024, meningkat sekitar 20%. Selain memberikan imbal hasil (yield) yang menarik, sifat emas sebagai safe haven yang aman dan likuid, cocok untuk menjaga nilai aset di tengah ketidakstabilan ekonomi.

Hingga Juni 2024, pembiayaan emas BRIS mencapai Rp 8,9 triliun, naik 41,27% yoy, dengan tingkat NPF mendekati nol. Hampir 33% nasabah pembiayaan emas BRIS berasal dari generasi Z dan milenial, menunjukkan minat yang tinggi dari generasi muda terhadap investasi emas.

"Dengan kontribusi dari bisnis emas, kami optimis dapat mempertahankan pertumbuhan ini, sejalan dengan meningkatnya literasi keuangan dan preferensi masyarakat terhadap produk syariah," jelasnya.

Rizky menyebut dengan pencapaian kinerja solid di semester satu 2024, BRIS yakin dapat mempertahankan momentum pertumbuhan hingga akhir tahun. Menurutnya, kombinasi dari kinerja fundamental yang kuat, inovasi produk, dan meningkatnya literasi keuangan syariah akan terus mendukung pertumbuhan BRIS di pasar modal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Friday, September 13, 2024

Begini Cara Pemutihan Nama dari Kredit Macet SLIK OJK atau BI Checking

 

OJK Atur Cara dan Larangan Tagih Utang Pinjol
Foto: infografis/OJK Atur Cara dan Larangan Tagih Utang Pinjol/Aristya rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Skor kredit seseorang dapat dilihat melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK). Sebelumnya, fitur ini dikenal sebagai BI Checking

Dalam SLIK OJK, debitur mendapat nilai kredit. Semakin buruk nilainya, seseorang akan sulit atau bahkan tidak bisa mendapatkan kredit dari lembaga keuangan seperti bank hingga multifinance.

Terlebih saat ini OJK telah mengatur bahwa pinjaman online P2P Lending menjadi pihak yang wajib lapor SLIK. Dengan demikian, historis pinjaman di dalam P2P Lending juga akan memengaruhi skor kredit seseorang.

Sebelum aturan tersebut dirilis, Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) bahkan menyebut 40% pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) ditolak karena skor kredit buruk. Mereka menyebut hal itu disebabkan oleh tunggakan cicilan di pinjol.

Selain itu, OJK juga sempat menyoroti kasus para pencari kerja yang gagal mendapatkan pekerjaan karena terganjal oleh skor kredit di SLIK OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan bahwa data SLIK dapat dilakukan pembaruan apabila peminjam (borrower) telah melakukan pembayaran atau melakukan langkah-langkah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebenarnya saat ini pengecekan SLIK dapat dilakukan secara mandiri. Oleh karena itu, seseorang sebaiknya seseorang perlu mengecek skor kredit sebelum mengajukan pinjaman.

Mengutip laman pegadaian.co.id, skor SLIK OJK dibagi menjadi lima. Nasabah dengan skor 1 berarti memiliki riwayat kredit paling baik sedangkan yang memiliki skor 5 bermasalah dengan kredit macet.

Perlu diketahui bahwa hanya debitur dengan skor 1 dan 2 dapat mengajukan kredit kepada bank tanpa menemui masalah. Nasabah dengan skor 3, 4, dan 5 perlu melakukan pembersihan skor terlebih dahulu.

Adapun cara mengetahui skor kredit, bisa dilakukan melalui laman resmi idebku.ojk.go.id. Lantas, bagaimana caranya apabila sudah memiliki catatan kredit buruk?

Apabila masih ada tunggakan kredit yang belum terselesaikan, satu-satunya cara untuk membersihkan catatan kredit yang jelek adalah dengan melunasi kewajiban yang belum terselesaikan.

Akan tetapi ada kemungkinan tunggakan kredit muncul karena suatu kesalahan. Bila menduga hal tersebut terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah menghubungi atau melaporkan masalah tersebut ke pihak terkait.

Lazimnya, pembaruan data SLIK OJK akan dilakukan maksimal 30 hari sejak pelunasan. Anda juga bisa meminta surat keterangan lunas (SKL) sebagai bukti untuk mengajukan kredit baru.

Thursday, September 12, 2024

Kisah Juragan dengan Usaha Tahan Krisis Tapi Sekarang Terlilit Utang

 

Nardius (Investime)
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Adalah Nardius, seorang pengusaha pakaian di pasar tradisional yang memiliki 14 lapak di pasar tradisional. Namun karena pandemi covid-19, lapak Nardius yang terletak di Pasar Serpong, Pasar Rumpin, dan sejumlah mal di Tangerang Selatan terpaksa tutup.

Akibat peristiwa lockdown yang berkepanjangan dan penurunan daya beli, dia harus merelakan tokonya satu per satu. Tak hanya itu, kini Nardius yang tidak berpenghasilan juga terjerat utang bank yang ditujukan untuk bisnis.

"Waktu Covid itu saya sempat bertahan satu tahun, karena masih ada harapan usaha kita bakal bangkit. Kerugian demi kerugian masa itu masih kita jalanin aja karena harapan masih ada, jadi satu sisi sewa (lapak) bulanannya (masih jalan), dan gaji karyawan, lalu (biaya) distribusi (tetap dibayar). Tanpa disadari itulah awal kemerosotan usaha saya secara drastis, terlebih lagi istri saya sakit," ujar Nardius dalam CNBC Indonesia Investime (9/9/2024).

Seperti diketahui, di tahun 2021 istri Nardius terkena kanker. Antara tahun 2021 hingga 2024, dia pun harus bolak-balik rumah sakit untuk menemani sang istri menjalani pengobatan.

"Istri lebih aktif di dagang, belanja itu dia (yang lakukan). Saat dia sakit ya sama-sama gak fokus lah, sakitnya kanker," imbuhnya.

Nardius yang dulu merupakan seorang pengusaha mapan kini harus hidup menumpang dengan anak-anaknya dan mengerjakan apapun demi penghasilan dan membayar utang. Dia pun mengatakan, saat ini dia sudah tidak ada lagi lapak usaha dijalaninya di pasar.

Dulu, usahanya sempat tahan krisis

Pengalaman bisnis Nardius tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Dirinya sudah terjun ke dunia usaha tahun 1986, dan bertahan menghadapi krisis ekonomi 1998.

Pada awalnya di tahun 1986, Nardius sempat bekerja sebagai karyawan di sebuah toko selama 2,5 tahun dengan upah Rp150 ribu. Dari situlah, Nardius memberanikan diri untuk terjun ke bisnis, memulai usaha sendiri hingga memiliki 14 cabang.

Apapun badai ekonomi yang terjadi, Nardius mengatakan bahwa hal itu tidak berpengaruh pada bisnisnya. Bahkan di era krisis ekonomi 1998 pun, Nardius merasakan adanya peningkatan dalam usahanya.

Nardius berhasil bertahan Pasar tradisional tempat berkumpulnya masyarakat berbelanja ada waktu. Saat itu

"Karena kita sudah bermain (berbisnis) di pasar, celah (peluang usaha) yang (bisa membuat bisnis) kita lebih meningkat waktu itu, kita cari emas di kampung. Disitu, mendorong usaha kita semakin naik lagi," imbuhnya.

Menurut Nardius, badai ekonomi yang saat ini dialami adalah sebuah fase dalam kehidupan yang harus dilalui. Dia pun yakin bahwa, dirinya akan segera melewati fase ini.

Sempat mencoba jualan online, tapi kalah saing

Persaingan harga ternyata membuat usaha Nardius sulit bertahan. Nardius mengatakan bahwa ada faktor ketidakberpihakan Pemerintah Indonesia terhadap masuknya barang-barang impor.  

"Minggu pertama sangat menjanjikan sampai saya mengirim ke daerah-daerah, Surabaya, Semarang sampai Batam, sangat menjanjikan. Minggu kedua, saya sudah belanja di pabrik, sudah produksi di situ dan menurut saya tidak ada persaingan di sana. Ternyata di minggu ketiga itu, ada (pedagang online) yang menjual barang di bawah modal saya," ujarnya.

Menurut Nardius, dirinya tidak sendiri dalam menghadapi hal ini. Banyak sekali pedagang-pedagang lain yang juga mengalami masalah yang sama. 

Friday, September 6, 2024

Daftar 7 Bank Asing yang Cabut dari RI

 

Commonwealth
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyetujui PT Bank Commonwealth (PTBC) bergabung menjadi bagian dari PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP). Dengan persetujuan tersebut, terhitung sejak 1 September 2024, penggabungan kedua entitas tersebut telah efektif dan kedua bank tersebut kini telah bersatu di bawah entitas OCBC Indonesia.

"Dengan efektifnya penggabungan ini, maka menandai dimulainya kembali penyatuan entitas untuk menjadi lebih solid dan tangguh. Dengan menyatukan kekuatan, OCBC siap melayani basis nasabah yang lebih luas dengan solusi perbankan yang lebih komprehensif di Indonesia, dipadukan dengan kapabilitas OCBC di kawasan ASEAN, Tiongkok Raya, dan kawasan lainnya," kata Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC Indonesia, dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (3/9/2024).

Dengan demikian, nasabah PTBC secara otomatis menjadi nasabah OCBC Indonesia. Selanjutnya, nasabah dapat melakukan transaksi di kantor cabang OCBC mana pun di seluruh Indonesia, atau melalui saluran digital OCBC untuk kebutuhan individu maupun bisnis.

Seperti diketahui, OCBC Indonesia telah melakukan penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA) untuk membeli 99,00% saham unit usahanya di Indonesia, PTBC. OCBC Indonesia bermaksud untuk mengakuisisi sisa 1,00% saham PTBC dari pemegang saham lainnya. Nilai akuisisi tersebut diestimasikan mencapai Rp2,2 triliun.

Lantas, akuisisi tersebut membuat meniadakan keberadaan bank asing asal Australia itu di Indonesia. Namun, selain PTBC, sejumlah bank asing telah meninggalkan Indonesia.

Berikut daftarnya, dirangkum oleh CNBC Indonesia

Citi Indonesia

Citibank, N.A. Indonesia (Citi Indonesia) telah resmi menutup bisnis consumer banking setelah penjualan aset dan liabilitas kepada PT Bank UOB Indonesia rampung pada Senin (20/11/2023). Pengalihan aset dan liabilitas consumer banking Citibank ke UOB Indonesia berlaku efektif mulai tanggal 18 November 2023.

Usai penjualan ini, Citi Indonesia ke depannya akan fokus ke bisnis corporate banking dan tetap akan menyalurkan kredit consumer secara tidak langsung.

Seperti diketahui, penjualan bisnis ritel itu sejalan dengan strategi global Citigroup, yang menetapkan hanya beberapa bisnis consumer dan retail di luar Amerika Utara yang akan tetap beroperasi. Antara lain, di Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Timur Tengah.

Rabobank Indonesia

Pada bulan April 2019, PT Rabobank Internasional Indonesia mulai menghentikan operasinya, setelah 29 tahun berbisnis di Indonesia. Tepatnya, Rabobank Indonesia berdiri pada tahun 1990.

Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.

Rabobank memutuskan hengkang dari Indonesia karena alasan kerugian yang dialami selama bertahun-tahun. Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan perseroan, hingga Maret 2019, perseroan melaporkan kerugian Rp 9,78 miliar.

Pendapatan bunga bersih perseroan tercatat hanya Rp 103,67 miliar secara tahunan terus turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 106,1 miliar.

Total nilai Aset pada Maret 2018 itu mencapai Rp 17,38 triliun. Sementara itu, total liabilitas perseroan tercatat sebesar Rp 15,37 triliun dengan total ekuitas Rp 2,02 triliun.

Pada Desember 2019, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mengumumkan keputusan untuk mengakuisisi Rabobank Indonesia. Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha BCA, BCA Finance.

Bank RBS Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha kantor cabang asing The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS) di Indonesia pada Februari 2018. Pencabutan ini dilakukan atas permintaan kantor pusat RBS di Belanda yang disampaikan pada OJK pada 1 November 2016.

RBS setop beroperasi karena induk usaha merubah strategi bisnis perusahaan, Selain menutup bisnis di Indonesia, RBS pusat juga menutup operasi di 24 negara lainnya. RBS Indonesia mulai beropoerasi pada tahun 1969.

Bank ANZ Indonesia

Pada tahun 2018, PT Bank ANZ Indonesia asal Australia, resmi melepas bisnis ritel mereka di Indonesia kepada PT Bank DBS Indonesia asal Singapura. ANZ Indonesia sendiri telah berdiri RI sejak tahun 1973.

Lini bisnis yang dilepas melingkupi kredit ritel dan layanan dana nasabah kaya atau wealth management. Tidak hanya di Indonesia, ANZ menjual lini bisnis miliknya itu di Singapura, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.

Penjualan ini mengakibatkan kerugian bagi ANZ sebesar US$ 265 juta atau sekitar Rp3,4 triliun. Langah ini berkaitan dengan perubahan strategi dan fokus usaha ANZ di kawasan Asia.

Pada bula Oktober 2016, DBS telah mengumumkan rencana pengambilalihan Bisnis Retail dan Wealth Management ANZ pada pasar di Singapura, Hong Kong, China, Taiwan dan Indonesia.

Bank Barclays Indonesia


Barclays merupakan bank asing yang paling cepat meninggalkan Indonesia. Bank asal Inggris ini masuk Indonesia pada 2008 dengan mengakuisisi Bank Akita dan mengganti nama perusahaan jadi Bank Barclays Indonesia.

Ini sejalan dengan strategi raksasa bank di Inggris itu untuk reorganisasi melalui 3 divisi terpisah yakni Global Retail Banking (GRB), Corporate and Investment Banking and Wealth Management (CIBWM) dan Absa. Absa adalah salah satu kelompok usaha finansial terbesar di Afrika Selatan.

Langkah ini menelan biaya hingga 100 juta pound atau sekitar US$ 150 juta. Barclays juga berniat menjual Bank Akita atau Bank Barclays Indonesia pada waktu yang tepat.

Bank Credit Agricole Indosuez

Selain itu ada juga bank asal Prancis yang memutuskan hengkang dari Indonesia. Dikutip dari Bank Indonesia, izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez dicabut pada 27 Januari 2003.

Pencabutan izin itu atas permintaan pemegang saham. Alasan utama bank hengkang dari Indonesia adalah memburuknya kinerja perseroan. Upaya restrukturisasi kredit dan penambahan modal yang sudah dilakukan tidak mampu menyelamatkan bank tersebut.

Thursday, September 5, 2024

Bank BJB (BJBR) Usulkan 3 Sosok Ini Jadi Komisaris

 

bank bjb
Foto: Dok bank bjb

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) mengumumkan akan segera melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) hari ini, Kamis, (5/9/2024). Agenda RUPSB akan meminta persetujuan perubahan dewan komisaris perusahaan.

"Mata acara RUPS LB tahun 2024 adalah perubahan anggota dewan komisaris perusahaan," ungkap manajemen Bank BJB dalam situs resminya.

Nama Taswin Zakaria, mantan Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII), pun muncul sebagai salah satu calon Komisaris Utama Independen Bank BJB. Melansir riwayat hidupnya, Taswin telah mengabdi di Maybank Indonesia selama 11 tahun, sejak 2013 hingga 2024.


Sebelumnya, ia juga menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Bank Internasional Indonesia-Maybank Tbk. pada periode 2003-2013. Tak hanya itu, Taswin juga pernah menjadi Komisaris Independen PT Jasa Angkasa Semesta Tbk. (2005-2013).

Selain Taswin, Hilman Purakusumah juga masuk dalam daftar calon Komisaris Independen Bank BJB. Sebagaimana diketahui, Hilman saat ini merangkap jabatan sebagai Komisaris di PT BPR Muliatama Dananjaya Tbk. sejak 2021, serta Komisaris di PT Trikoindo Cipta Mandiri sejak 2019.

Sebelumnya, Hilman pernah menjabat sebagai Senior Executive Vice President PT Bank BRI Syariah Tbk. pada 2017-2019.

Nama ketiga yang turut diusulkan adalah Mohammad Taufiq Budi Satoso. Saat ini ia menjabat sebagai Asisten Perekonomian dan Pembangunan di Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Jamkrida Jabar.

Wednesday, September 4, 2024

Keputusan The Fed Bikin Pasar Takut, Bitcoin Cs Kompak Anjlok

 Pegawai berjalan dibawah layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (6/8/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Foto: Pegawai berjalan dibawah layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (6/8/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada sebanyak 34 perusahaan yang telah mencatatkan saham di pasar modal Indonesia dengan dana dihimpun Rp 5,15 triliun sampai dengan 30 August 2024. Artinya secara rata-rata emisi IPO tahun ini hanya sekitar Rp 151 miliar untuk setiap emiten yang melantai di bursa.

Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, masih ada 23 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI yang akan menyelenggarakan pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO).

Adapun klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017 di antaranya, 5 Perusahaan aset skala besar atau aset diatas Rp 250 miliar, 17 perusahaan aset skala menengah atau aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar, dan 1 perusahaan aset skala kecil atau aset dibawah Rp 50 miliar.

Berdasarkan rincian dan sektornya, 3 perusahaan dari sektor material dasar, 4 perusahaan dari sektor konsumer kritikal, 4 perusahaan dari sektor konsumer non kritikal, 4 perusahaan dari sektor energi, 1 perusahaan dari sektor keuangan, 1 perusahaan dari sektor kesehatan.

Selanjutnya, 2 perusahaan dari sektor industri, 2 perusahaan dari sektor infrastruktur, 1 perusahaan dari sektor teknologi, dan 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.