Thursday, July 4, 2024

Belum Groundbreaking, Ciputra (CTRA) Ungkap Nasib Proyek di IKN

 

Representation of the Bitcoin virtual currency standing on the PC motherboard is seen in this illustration picture, February 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto kompak merah pada hari ini, Kamis (4/7/2024). Anjloknya pasar kripto hari ini terjadi di tengah pergerakan salah satu paus setelah 10 tahun diam.

Merujuk dari CoinMarketCap pada Kamis (4/7/2024) pukul 08:41 WIB, pasar kripto melemah. Bitcoin turun 3,56% ke US$59.786,55 dan secara mingguan berada di zona negatif 2,04%.

Ethereum berada di zona merah 4,6% dalam 24 jam terakhir dan dalam sepekan mengalami depresiasi 3,59%. Solana ambruk 11,31% secara harian dan secara mingguan melemah 0,24%.

Begitu pula dengan Dogecoin yang mengalami depresiasi 7,34% dalam 24 jam terakhir dan dalam tujuh hari terakhir tergelincir 5,85%.

CoinDesk Market Index (CMI) yang merupakan indeks untuk mengukur kinerja tertimbang kapitalisasi pasar dari pasar aset digital turun 4,3% ke angka 2.355,69 Open interest terdepresiasi 7,16% di angka US$58,99 miliar.

Sedangkan fear & greed index yang dilansir dari coinmarketcap.com menunjukkan angka 45 yang menunjukkan bahwa pasar berada di fase netral dengan kondisi ekonomi dan industri kripto saat ini.

Dikutip dari BH News, satu kejadian mencolok melibatkan sebuah alamat Bitcoin yang dipantau oleh Whale Alert, yang terkenal dalam memantau transaksi kripto besar. Alamat ini, yang sudah tidak aktif selama lebih dari satu dekade, tiba-tiba menunjukkan aktivitas lagi, yang membuat para pengamat pasar waspada. Dompet ini berisi 43 Bitcoin, dengan nilai sekitar US$2,5 juta berdasarkan harga pasar saat ini.

Awal minggu ini, harga Bitcoin sempat naik melebihi US$63.000 namun mengalami penurunan sebesar 3,74% dalam 24 jam, stabil di sekitar US$60.000. Aktivasi kembali secara tiba-tiba dari dompet yang lama tidak aktif ini menambah volatilitas pasar kripto.

Paus lainnya juga terpantau kembali aktif pada awal Juni, mengirimkan 8.000 BTC senilai US$535 juta ke bursa Binance dalam beberapa transaksi. Transfer besar seperti ini dikenal dapat memberikan tekanan jual yang signifikan pada pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Wednesday, July 3, 2024

Muamalat atau Victoria, Jalan BTN Jadi Pesaing BSI Makin Sulit

 

Bank Muamalat (Dok: Bank Muamalat)
Foto: Bank Muamalat (Dok: Bank Muamalat)

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) untuk menjadi pesaing industri perbankan syariah semakin sulit. Seperti diketahui, BTN sedang dalam proses untuk melepas atau spin off unit usaha syariah (UUS) bank itu, BTN Syariah.

Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu, pada saat Public Expose Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan November lalu mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan dua letter of interest (LOI) kepada dua bank syariah untuk diakuisisi.

Nixon mengatakan pada saat itu, bahwa pada saat spin off rampung, BTN Syariah dapat menjadi Bank Umum Syariah (BUS) terbesar kedua di Indonesia berdasarkan aset. Ia mengungkapkan model bisnisnya nanti, BTN Syariah bakal tetap memiliki fokus utama di segmen perumahan, sesuai dengan ekosistem BTN.

Ia membeberkan kajian konsultan menyebut mengakuisisi bank syariah untuk menjadi "cangkang" adalah cara tercepat untuk dapat spin off sebelum melewati tenggat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni tahun 2026. Dua bank yang masuk dalam radar BTN adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (BMI) dan PT Bank Victoria Syariah (BVS).

Aset Bank Muamalat tercatat sebesar Rp64,9 triliun pada kuartal I-2024. Sementara itu, aset BTN Syariah pada periode yang sama sebesar Rp54,84 triliun.

Jika BTN Syariah merger dengan bank syariah tertua di RI itu, maka asetnya berpotensi setidaknya sebesar Rp119,74 triliun. Besaran itu bakal menjadikan BTN Syariah sebagai bank syariah terbesar hanya tepat di bawah PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) yang asetnya tercatat sebesar Rp357,90 triliun per kuartal I-2024.

Namun begitu, terdapat banyak faktor yang menghalangi realiasi rencana tersebut. Seperti, berbagai penolakan dari anggota DPR RI hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Rencana tersebut juga dikabarkan telah batal. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pihak yang memberikan pernyataan resmi mengenai hal tersebut.

Tanda batalnya aksi korporasi tersebut mulai terlihat dari mandeknya proses due diligence. Baik manajemen Muamalat dan BPKH selaku pemegang saham, mengatakan bahwa proses due diligence BTN dan bank syariah tertua di Indonesia itu, yang seharusnya sudah selesai bulan April, masih berjalan.

Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia, salah satu alasan batalnya rencana tersebut karena harga akuisisi Bank Muamalat yang terlalu mahal, yakni mencapai Rp10 triliun.

Bahkan, sumber CNBC Indonesia mengungkapkan BTN Syariah kini telah beralih ke BVS dan tengah dalam proses due diligence yang ditargetkan rampung bulan Juni agar dapat menyampaikan proposal akuisisi pada bulan September mendatang. Nilai akuisisi anak usaha PT Bank Victoria International Tbk. (BVIC) ini pun jauh lebih kecil dari BMI, yakni dikabarkan senilai Rp1,7 triliun.

Tetapi, jumlah aset BVS jauh lebih mini dibanding BMI. Berdasarkan laporan bulanan Mei 2024, aset BVS itu mencapai Rp3,12 triliun, naik 36,72% yoy.

Dengan demikian, bila BTN Syariah gabung dengan BVS, asetnya diasumsikan hanya akan mencapai setidaknya Rp57,96 triliun. Jumlah itu bahkan lebih kecil daripada BMI dan UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) yang juga hendak spin off, yakni sebesar Rp62,74 triliun per Maret 2024.

Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyayangkan bila bank pelat merah itu memutuskan untuk mencaplok BVS. Ia membeberkan dua alasannya.

"Pertama, penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah tidak akan menambah market share industri perbankan syariah nasional. Karena keduanya adalah bank syariah, maka menggabungkan keduanya tidak akan memberi dampak pada market share industri yang kini baru di kisaran 7,4%," ujar Yusuf saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2024).

Kedua, karena penggabungan aset BTN dan BVS akan menghasilkan BUS dengan ukuran yang jauh di bawah BSI yang saat ini menguasai industri perbankan syariah RI. Hal ini mengancam iklim persaingan yang sehat di industri tersebut.

"Jika spin-off diserahkan sepenuhnya ke industri, maka pelaku pasar akan cenderung memilih opsi yang paling efisien, mudah dan cepat dilakukan, antara lain mengakuisisi bank yang sudah memiliki rekam jejak dalam industri perbankan syariah, seperti BTN Syariah yang kini mengincar Bank Victoria Syariah. Dengan arah seperti ini, spin-off hanya sekedar membawa pada konsolidasi industri perbankan syariah saja," pungkas Yusuf.


Senada, Pengamat Perbankan Bina Nusantara (BINUS) Doddy Ariefianto mengatakan mengakuisisi BVS bukan langkah yang strategis bagi BTN untuk menjadi pesaing BSI. Ia bahkan mengatakan bahwa itu hanya akan menambah aset BTN Syariah dalam jumlah yang sangat kecil. Doddy bahkan berseloroh, BTN dapat mengkonversi bank syariah buku-1 itu menjadi kantor cabang saja.

Ia mengatakan bahwa proses due diligence seharusnya menunjukkan prospek bisnis ke dalam bertahun-tahun mendatang. Bukan hanya dari data neraca keuangan yang sekarang. Doddy juga mengatakan upaya membangun perusahaan baru memang pasti tidak mudah.

"Kalau mau [buat perusahaan baru yang] sempurna, bikin dari awal semuanya. Anda mulai dari sebidang tanah. Anda bangun mau kayak apa. Nah, itu bakal 100% sesuai keinginan Anda. Oh, berarti itu sempurna. [Ibaratnya] kalau ada barang second, pasti enggak sempurna. Pasti banyak belentang-belentang gelentongnya. Tinggal dinego aja. Ada coret di sini, ada coret di situ, ada di sini. Turun harganya 10%, 20%, 30%. Tinggal begitu saja," pungkas Doddy saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2024).

Doddy kemudian menyebutkan masih ada opsi lainnya bagi BTN untuk spin off, yakni dengan menyuntikkan modal

"Spin-off terus ditambahin modal, jadi gede juga. Tinggal mau aja induknya," ucapnya.

Menurut Doddy, opsi BTN untuk spin off, bergantung pada tujuannya. Jika tujuannya untuk menjadi pemain bank syariah terbesar RI kedua, bukan dengan mengakuisisi BVS. Terlebih, jika ingin menjadi bank syariah yang fokus pada pembiayaan perumahan.

Di sisi lain, Yusuf menilai opsi mengakuisisi Bank Muamalat berpotensi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik "dibandingkan kasus merger 3 bank BUMN syariah."

"Karena aset Bank Muamalat dan BTN Syariah yang relatif seimbang, segmen dan ekosistem pasar ke-2 bank syariah tersebut saling melengkapi, kinerja BTN Syariah akan banyak terbantu oleh infrastruktur Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama, dan ekspansi Bank Muamalat akan banyak terbantu oleh dukungan dari BTN sebagai induk," ujarnya.

"Kita berharap spin-off UUS BTN menjadi momentum bagi pemerintah dan BTN untuk menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menunjukkan afirmasinya dalam mengembangkan dan membesarkan market share industri perbankan syariah, sekaligus menghasilkan bank syariah dengan ukuran yang besar sebagai pesaing BSI dengan di saat yang sama tetap menjaga bahkan menguatkan core business BTN Syariah sebagai bank yang memiliki fokus di pembiayaan perumahan rakyat."

Tuesday, July 2, 2024

50 Emiten Terancam Ditendang Bursa, Ini Daftarnya

 

Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi peringatan keras kepada 50 emiten yang berpotensi terdepak di lantai pasar modal. 

Adapun peringatan delisting tersebut mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) (Peraturan I-N).

Bursa dapat menghapus saham emiten-emiten tersebut jika mengacu ketentuan III.1.3.1. Perusahaan Tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Kemudian, berdasarkan ketentuan III.1.3.2. perusahaan tercatat tidak memenuhi persyaratan pencatatan di Bursa dan berdasarkan ketentuan III.1.3.3. Saham perusahaan tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan seluruh Pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.

"Apabila Perusahaan Tercatat sudah mengalami Suspensi Efek selama 6 bulan berturut-turut, maka Bursa memberitahukan kepada publik bahwa saham Perusahaan Tercatat berpotensi untuk dilakukan Delisting melalui Pengumuman Bursa," tulis manajemen BEI, dikutip Selasa (2/7).

Peraturan ini disampaikan kembali oleh Bursa secara berkala setiap bulan Juni dan bulan Desember sampai dicabutnya Suspensi Efek tersebut atau sampai dilakukannya Delisting.

Adapun ke-50 emiten yang berpotensi delisting sebagai berikut:

  1. PT Polaris Investama Tbk (POLL)
  2. PT Golden Plantation Tbk (GOLL)
  3. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW)
  4. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI)
  5. PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP)
  6. PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL)
  7. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)
  8. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)
  9. PT Nipress Tbk (NIPS)
  10. PT Sugih Energy Tbk (SUGI)
  11. PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO)
  12. PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY)
  13. PT Hanson International Tbk (MYRX)
  14. PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME)
  15. PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP)
  16. PT Marga Abhinaya Abadi Tbk (MABA)
  17. PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO)
  18. PT Siwani Makmur Tbk (SIMA)
  19. PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk (SKYB)
  20. PT SMR Utama Tbk (SMRU)
  21. PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM)
  22. PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL)
  23. PT Cowell Development ТЬk (COWL)
  24. PT Grand Kartech Tbk (KRAH)
  25. PT Mitra Pemuda Tbk (MTRA)
  26. PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA)
  27. PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY)
  28. PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA)
  29. PT Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT)
  30. PT Sri Reieki Isman Tbk (SRIL)
  31. PT Tianrong Chemicals Industry Tbk (TDPM)
  32. PT Jaya Bersama Indo Tbk (DUCK)
  33. PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ)
  34. PT Steadfast Marine Tbk (KPAL)
  35. PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS)
  36. PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI)
  37. PT Danasupra Erapacific Tbk (DEFI)
  38. PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk (MAGP)
  39. PT Saraswati Griva Lestari Tbk (HOTL)
  40. PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY)
  41. PT Limas Indonesia Makmur Tbk (LMAS)
  42. PT Trinitan Metals and Minerals Tbk (PURE)
  43. PT Cahaya Bintang Medan Tbk (CBMF)
  44. PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN)
  45. PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT)
  46. PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI)
  47. PT Capri Nusa Satu Properti Tbk (CPRI)
  48. PT Aksara Global Development Tbk (GAMA)
  49. PT HK Metals Utama Tbk (HKMU)
  50. PT Indosterling Technomedia Tbk (TECH)

Monday, July 1, 2024

Simak, Transaksi BCA Ini Kena Biaya Rp 4.000 Mulai 5 Juli 2024

 

Ilustrasi Bank BCA. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bank BCA. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasabah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) perlu mengetahui bahwa setiap transaksi tarik tunai dengan menggunakan Kartu Debit BCA melalui mesin electronic data capture (EDC) BCA akan dikenakan biaya administrasi oleh merchant sebesar Rp4.000.

Mengutip situs resminya, BCA akan memberlakukan kebijakan baru ini mulai 5 Juli 2024.

Bank swasta terbesar RI itu mengatakan biaya administrasi ini akan dikenakan oleh seluruh merchant yang melayani fasilitas Tunai BCA. Nominal biaya administrasi akan muncul pada struk dan mutasi rekening nasabah.

Untuk diketahui, sebelumnya BCA tidak mengenakan biaya administrasi untuk transaksi tarik tunai di mesin EDC.

Adapun EDC adalah mesin yang memudahkan transaksi pembayaran. Penggunaannya adalah dengan memasukkan atau menggesek kartu ATM, kartu debit, maupun kartu kredit dalam mesin EDC suatu bank maupun antar bank. Cara kerjanya telah dilengkapi dengan fasilitas pembayaran yang terkoneksi secara realtime.

EDC juga diartikan sebagai mesin elektronik yang digunakan untuk memproses transaksi non tunai dengan menggunakan kartu pembayaran elektronik. Dengan mesin EDC, transaksi keuangan di tingkat konsumen lebih mudah dilakukan, dan yang pasti mengefisienkan kehidupan masyarakat.

Thursday, June 27, 2024

Bos Bursa Buka-bukaan Alasan Investor Asing Ramai-Ramai Cabut dari RI

 

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hengkangnya investor asing dari beberapa emiten di Indonesia disebut menjadi beban Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Diketahui, IHSG sempat terpuruk kembali ke level Rp6.726,92 pada perdagangan minggu lalu, Rabu, (19/6/2024), meski per Rabu kemarin, (26/6/2024), IHSG kembali menguat ke Rp6.905,64.

Selama satu minggu, net foreign sell investor asing di regional market tercatat sebesar Rp729,38 miliar. Hal ini melanjutkan tren setahun ini, dimana net sell asing di regional tercatat sebesar Rp20,31 triliun secara year to date.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy tak menampik bahwa saham-saham dengan nilai net sell asing terbesar turut membebani kinerja IHSG.

"Berdasarkan data per 1 Mei-19 Juni 2024, top 10 saham-saham dengan nilai net sell asing terbesar, yakni, BMRI, BBRI, BBCA, BBNI, TLKM, SMGR, ASII, TOWR, UNTR, dan TAPG yang secara total berkontribusi cukup signifikan terhadap penurunan IHSG pada periode tersebut," jelas Irvan kepada wartawan, Senin (24/6/2024).

Adapun beberapa hal yang turut mendorong penurunan IHSG dan aksi jual asing, menurutnya adalah sikap hawkish The Fed yang menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) dan sekaligus memberikan tekanan kepada negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

Selain itu, Konflik geopolitik di Timur Tengah yang berkepanjangan dan Mata uang rupiah yang masih terdepresiasi sebesar 5,68% (ytd) hingga Rabu (19 Juni 2024) juga menjadi salah satu faktor penekan IHSG.

"Sebab lainnya adalah tingkat suku bunga BI yang masih relatif tinggi di Indonesia, dan berimplikasi pada kenaikan yield instrumen pendapatan tetap," jelasnya.

Selain itu, terdapat data-data ekonomi domestik yang mempengaruhi sentimen pasar, di antaranya defisit transaksi berjalan RI yang mengalami kenaikan dari US$1,1 miliar menjadi US$2,2 miliar pada kuartal I-2024, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur RI turun dari 52,9 menjadi 52,1 pada Mei 2024 dan (iii) Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) RI turun dari 127,7 menjadi sebesar 125,2 pada Mei 2024.

Adapun faktor lainnya melingkupi peningkatan kepemilikan investor terhadap instrumen-instrumen lain seperti SBN, SBSN, dan SRBI, penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley, volatilitas harga saham-saham tertentu, dll.