Foto: Karyawati menunjukkan emas PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) di salah satu gallery penjualan emas di Jakarta, Kamis (4/5). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nico Kanter buka suara terkait dugaan kasus 109 ton pemalsuan emas yang kini tengah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Nico menegaskan, ini bukan kasus pemalsuan emas.
"Terkait dengan pemalsuan emas, perlu kami jelaskan bahwa pemalsuan emas yang dikatakan 109 ton, ini sebenarnya sudah diklarifikasi Kapuspen Kejaksaan, kami jelaskan pada beliau ini bukan pemalsuan karena yang dilihat Kejaksaan, emas semua yang diproses di Antam dalam kurun 2010-2021 itu yang di luar daripada emas yang kami hasilkan di Pongkor, itu semua dihitung sebagai yang diproses oleh berita itu dikatakan emas palsu. Alhamdulillah dalam penjelasan kami pada Kapuspen, beliau juga mempertajam bahwa bukan emas palsu," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (03/06/2024).
Nico menjelaskan, ini terkait proses lebur cap atau licensing emas. Oleh Kejagung, menurutnya ini lah yang dianggap merugikan negara. Pasalnya, dalam proses cap atau licensing emas tersebut tidak dibebankan biaya. Padahal, dengan adanya cap atau licensing Antam itu bisa meningkatkan nilai jual emas.
"Ada beberapa hal juga yang harus kami sampaikan dalam proses lebur cap ini ada branding atau licensing yang dilihat oleh Kejaksaan ini merugikan, jadi diproses di Antam, tapi kita tidak membebankan biaya licensing atau branding, jadi ada cap emas yang kita berikan karena kan dengan dicap itu kan meningkatkan nilai jual," jelas Nico.
Namun demikian, dia mengakui, Antam tidak bisa memproses semua emas yang ada.
"Tapi kita memang tidak mampu memproses semua emas yang ada, sekarang kapasitas logam mulia 40-80 ton, padahal Pongkor kita hanya 1 ton setahun," ujarnya.
"Kalaupun kita bisa produksi secara terus-menerus secara sustainability, karena itu kami harus memproses dari luar juga, termasuk yang kita impor ataupun emas-emas yang ada di domestik, inilah yang kita harus tentunya kita buat kajian komprehensif sehingga kajian ini bisa mendukung argumentasi kita, emas yang kita proses memang harus kita proses karena untuk keuntungan Antam," jelasnya.
Dia menuturkan, perusahaan sempat membuat kajian terkait lebur cap emas Antam ini, di mana pada 1997-1998 lebur cap emas ini merupakan salah satu sumber pendapatan perusahaan ke depannya. Namun pihaknya tidak membuat kajian komprehensif dan pada 2017 disetop.
"Mudah-mudahan kita bisa membuat kajian yang bisa diterima oleh pihak Kejaksaan, sehingga mereka lihat kegiatan ini sebenarnya memang ada potensi merugikan karena seolah-olah kita proses pihak swasta, apalagi mereka akui emas yang mereka lebur cap di kita asal-muasalnya tidak jelas, bisa aja dari PETI (Pertambangan Tanpa Izin), bisa aja dari proses-proses yang dianggap ilegal, tapi kan ini memang bisnis yang harus berjalan, nah ini yang harus bisa kita jelaskan dengan komprehensif pada Kejaksaan," paparnya.
"Karena walau ini kelihatannya menguntungkan sebagian yang diproses swasta, tapi tidak semuanya karena ini menguntungkan Antam karena semakin banyak proses yang kita lebur capkan di logam mulia, ini membuat peningkatan harga produksi atau harga lebur cap jadi makin tipis, jadi memang buktinya bahwa memang tidak merugikan yang masih harus kita perdebatkan dan jelaskan," tandasnya.
Ketika anggota DPR menegaskan "intinya gak ada emas palsu?", Nico dengan tegas menjawab, "Tidak ada Pak, itu kita semua emas yang diproses harus melalui proses yang tersertifikasi dan LBMA itu sangat-sangat rigid dalam mengaudit kita, jadi emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu, dan sudah di-clarify oleh Kapuspen."
"Yang masih missing, itu memang brand value seolah-olah tidak kita charge, padahal dalam penghitungan kita ini sudah ada untungnya. Ini yang kita gak bisa memperdebatkan bahwa kita sudah hitung dan sudah benar, ada baiknya kita dapat kajian apakah itu dari Lemhannas, ITB, untuk membuktikan apa yang kita lakukan sebenarnya tidak ada yang merugikan, cuma kalau kita jelaskan begini, ditanya media, bisa salah dan bisa menyinggung pihak lain, karena itu sebaiknya kita harus duduk, buat kajian, bersama dengan Kejaksaan meng-identify kerugian kita sebenarnya berapa dari 2010-2021, jadi a whole ten years," jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 6 mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UB-PPLM) PT Antam (Persero) Tbk sebagai tersangka kasus korupsi. Mereka diduga 'memalsukan' emas Antam dengan total berat mencapai 109 ton selama 2010-2021.
"Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang ditemukan, maka tim penyidik menetapkan 6 orang saksi sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu, (29/5/2024).
Kuntadi menyebutkan 6 tersangka itu merupakan GM UB-PPLM PT Antam yang menjabat mulai dari 2010-2021. Mereka adalah TK (2010-2011); HM (2011-2013); DM 2013-2017; AH (2017-2019); MAA (2019-2021); dan IG (2021 2022).
Kuntadi mengatakan penyidik menduga para General Manager tersebut telah memproduksi emas berlogo Antam tanpa izin. Dia mengatakan para tersangka membubuhkan merek LM Antam pada emas yang sebenarnya diproduksi perusahaan lain.
"Para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek LM Antam," kata Kuntadi.
Dia melanjutkan padahal para tersangka mengetahui, untuk melekatkan merek Antam tidak bisa sembarangan. Pelekatan merek itu harus didahului dengan kontrak kerja dan dilakukan perhitungan biaya.
"Karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam," kata dia.
Kuntadi mengatakan selama periode 2010-2022, para pelaku telah mencetak logam Antam 'palsu' dengan total 109 ton. Produk tersebut kemudian diedarkan bersamaan dengan logam mulia Antam yang resmi.
"Sehingga logam mulia yang beredar secara ilegal itu telah menggerus pasar dari PT Antam hingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat," kata dia.