Foto: Pemegang polis WanaArtha Life menggelar Aksi Damai Sejahtera (ADS) dan Penyampaian Apresiasi kepada Hakim Agung MA, Majelis Hakim PN Jakpus, dan Kejagung RI, atas penanganan Hukum Kasasi Sita Rekening WanaArtha di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, (13/1/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
- Para Pemegang Polis (PP) PT Asuransi Jiwa Asisarana Wanaartha (Wanaartha Life) meminta pertanggungjawaban Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan fungsinya sesuai undang-undang untuk, dalam hal ini terkait dengan perlindungan konsumen.
"Tujuan saya bersama ribuan PP lainnya meminta per tanggung jawaban OJK dalam melakukan fungsinya melindungi PP dan Masyarakat Indonesia sesuai amanah diberikan seusai UUD 45 dan Pancasila dalam menyelesaikan masalah kami sebagai Konsumen Asuransi PT Wanaartha dalam detikdetik terakhir ini," kata Ketua Konsorsium Aliansi Korban Wanaartha Johanes Buntoro dalam keterangan tertulis, Selasa (17/1).
Pihaknya mengacu pada aturan POJK nomor 28/pojk.05/2025/ Pasal 4 yang sudah dengan jelas berbunyi paling lama 30 hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha, Perusahaan yang di cabut izin usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi.
Serta, Undang-Undang RI no 40 tahun 2014 pasal 44 yang berbunyi paling lama 30 hari sejak tanggal di cabutnya izin usaha, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya WAJIB meyelenggarakan RUPS
karena untuk pembubaran Perusahaan Asuransi Wajib menyelenggarakan RUPS.
Menurutnya, hal itu tidak bisa digantikan dengan pasal lainnya dengan asumsi dan pendapat pribadi baik OJK, Pelaku Usaha, dan PP, kecuali disana tidak di sebutkan kata WAJIB. Jika Pelaku usaha keberatan dengan kata wajib sebaiknya pelaku usaha melakukan uji materi ke PTUN.
"Kewajiban tidak bisa digantikan dengan hal lain contoh kewajiban membayar pajak kendaraan, apakah kita bisa tidak membayar dengan menggunakan undang undang lain. orang sudah meninggal pun kewajiban membayar motor tidak bisa berhenti," ungkapnya.
Apalagi, kata dia, dalam kasus PT WAL ini sudah jelas Pemegang Saham Pengendali (PSP) melarikan diri ke laur negeri dalam status DPO dan sudah di red notice karena kasus penggelapan dana Premi.
"Harusnya OJK menjadi garda terdepan dengan bekerjasama PPAT dan Bareskrim untuk menangkap PSP yang buron bukan malah membantu menyelamatkan PSP," sebutnya.
Ia menyebut, hal ini OJK memberikan kunci kebebasan untuk pelaku Penggelapan belasan triliun yang merupakan kejahatan luar biasa dalam dunia asuransi dengan tidak adanya perlawanan dari OJK atas nama nama team likuidasi yang murni usulan dari PSP yang menjadi buronan.
"Kami sempat menanyakan pada saat audiensi kepada OJK, jika sudah di bubarkan dan terbentuk team likuidasi, siapa yang bertanggung jawab atas uang kami," ungkapnya.
Pemegang Polis atau Konsumen Asuransi Wanaartha seluruh Indoensia perlu mengetahui bahwa dengan dibubarkannya PT WAL artinya tanggung jawab pengembalian dana menjadi kewajiban penuh tim likuidasi.
"Menuru kami gak mungkin team likuidasi mau mengganti uang kami belasan trilliun darimana uangnya ? pemilikinya aja yang mengusulkan nama tim likuidasi buron tidak mau mengembalikn uang kami. Harapan kami Presiden Jokowi jangan menutup mata dan menutup telinga atas korban korban para lansia yang sudah berjatuhan bahkan sampai meninggal mau mendengarkan kami langsung supaya bisa lebih cepat menagnani masalah ini," pungkasnya.
Jakarta, CNBC Indonesia