Foto: Pemerintah China menutup jalan raya dan sekolah di sejumlah kota karena polusi udara akibat asap batu bara pada Jumat (5/11). REUTERS/Jianan Yu
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus ambruk. Pada perdagangan Kamis (25/5/2023), harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 140,5 per ton. Harganya jatuh 6,33%
Harga penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 2 November 2021 atau 29 bulan terakhir.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif pasir hitam yang juga ambruk pada dua hari perdagangan sebelumnya. Dalam tiga hari tersebut harga batu bara ambles 14%.
Bila dihitung sejak awal tahun maka harga batu bara sudah ambles 63,9%. Bila dibandingkan dengan harga tertingginya pada 5 September 2022 (US$ 463,75) maka harga pasir hitam sudah jeblok 69,7%.
Harga batu bara terus melemah karena lesunya permintaan, memadainya pasokan, serta ambruknya harga gas.
Dikutip dari Reuters, kepala kantor ekonom Australia memperkirakan pasokan dari Australia akan melonjak 7,8% pada tahun ini sementara ekspor dari Indonesia diperkirakan meningkat 2,4%.
Sementara itu, impor dari Asia meningkat 2,3% pada tahun ini mencapai 852 juta ton. Sebaliknya, ekspor ke Eropa akan anjlok 15%.
Analis sebenarnya memperkirakan jika harga batu bara masih bisa bertahan US$ 175-212 ton per tahun tahun ini kendati harganya tengah jeblok.
Namun, semuanya akan tergantung perkembangan dari China dan India sebagai konsumen terbesar batu bara dunia.
"Ke depan, apa yang terjadi dengan China dan India akan menentukan harga energi karena permintaan memang akan datang dari sana," tutur July Ndlovu, Ketua World Coal Association (WCA) dan chief executive of South Africa's Thungela Resources, kepada Reuters.
Dia menambahkan jika ekonomi China tidak mampu pulih secepat harapan maka harga batu bara akan semakin ambruk.
"Harga akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana China menentukan kebijakan energinya," imbuh Ndlovu.
Kawasan Asia diharapkan menjadi penyelamat harga batu bara sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi mereka.
China, India, Filipina, dan Vietnam kini menjadi importir utama dengan porsi 53% dari impor batu bara dunia pada Januari-April 2023. Jumlah tersebut naik dibandingkan pada periode yang sama pada tahun lalu yakni 40%.
Sebaliknya, Eropa sudah tidak akan menentukan lagi harga batu bara sejalan dengan melemahnya harga gas.
Gas dan batu bara adalah dua komoditas yang saling mengganti dan harganya saling mempengaruhi.
Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) terus melandai hingga menyentuh 25,45 euro per mega-watt hour (MWh) kemarin. Harganya ambruk 8,4% sehari dan 14,6% sepekan.
Dengan harga gas yang semakin turun maka batu bara semakin ditinggalkan karena banyak yang lebih berpaling ke gas, terutama di Eropa.
S&P Global Commodity Insights melaporkan trader Eropa mulai berencana mengobral batu bara kepada pembeli di kawasan Asia. Pasalnya, permintaan dari kawasan tersebut anjlok sementara di sisi lain cadangan menumpuk dan harus segera dikeluarkan.
Kelebihan pasokan di Eropa diperkirakan mencapai 20 juta ton. Pasokan ini diharapkan berkurang dalam lima bulan ke depan sehingga harganya bisa kembali naik.
Pasokan batu bara di pelabuhan ARA (Amsterdam, Rotterdam, Antwerp) kini mencapai 6 juta ton. Stok ini bisa menutupi kebutuhan batu bara pada pembangkit Jerman hingga 218 hari mendatang.
Salah satu penyebab menumpuknya batu bara adalah masih besarnya pasokan gas alam. Storage gas di Eropa kini berada di kisaran 60,31% dari kapasitas.
"Trader Eropa dihadapkan pada pilihan mereka merugi atau kualitas batu bara akan terus menurun," tutur salah satu pembeli di Asia, dikutip dari S&P dalam laporannya European thermal coal buyers eye reselling in Asia amid sufficient stockpile.
CNBC INDONESIA RESEARCH