Foto: Hindustan Times via Getty Images/Hindustan Times
Melansir data Forbes Real Time Billionaire, kekayaan Gautam Adani saat ini tercatat senilai US$ 96,7 miliar (Rp 1.450,5 triliun), turun dari posisi Selasa (24/1) pekan lalu yang masih mencapai US$ 126,6 miliar (Rp 1.884 triliun). Akibat penurunan tersebut Adani terpaksa turun empat peringkat ke posisi tujuh orang terkaya di dunia, dengan pendiri Amazon Jeff Bezos, pendiri Google Larry Page, investor kawakan Warren Buffet dan pendiri Microsoft Bill Gates menyalip posisi Adani. PT BESTPROFIT
Turunnya harta kekayaan Adani terjadi karena anjloknya harga saham sejumlah perusahaan miliknya yang tergabung dalam Adani Group sejak Rabu (25/1) pekan lalu pasca dirilisnya laporan oleh Hindenburg Research yang menuduh kerajaan bisnis yang dikendalikan Gautam Adani melakukan manipulasi saham. BEST PROFIT
BESTPROFITSejak Selasa (24/1) atau sehari sebelum laporan Hindenburg dirilis, saham Adani Grup Ambruk berjamaah. Mengutip data Refinitiv, dalam empat hari perdagangan hingga akhir pekan lalu, enam dari delapan perusahaan yang terafiliasi dengan Adani Grup mengalami pelemahan di rentang 20% hingga 27%. Sementara itu dua perusahaan publik Adani lainnya, Adani Wilmar dan Adani Power, bernasib sedikit lebih baik, meski demikian tetap melemah sekitar 10%.
Foto: Refinitiv Kinerja Saham Grup Adani |
Pelemahan ini ikut menyeret kinerja indeks acuan India, Nifty 50, yang dalam periode yang sama mengalami pelemahan 2,84%. Hal ini karena dua perusahaan Grup Adani yakni Adani Enterprise dan Adani Port and SEZ merupakan konstituen dari Nifty 50 yang masing-masing melemah 20% dan 22%. PT BESTPROFIT FUTURES
BPFSecara total kapitalisasi pasar Adani Grup menguap US$ 51 miliar (Rp 765 triliun) pekan lalu.
Sejumlah pelaku pasar ikut menyalahkan manajer hedge fund AS Bill Ackman atas aksi jual besar-besaran pekan lalu karena dirinya yang juga sering menggunakan strategi short selling menyuarakan dukungan atas laporan Hindenburg.
Bill Ackman, yang mengaku dirinya tidak melakukan shorting di perusahaan Adani mana pun, mengatakan bahwa menurutnya laporan Hindenburg "sangat kredibel dan diteliti dengan sangat baik."
Dituduh Manipulasi Saham
Hindenburg Research, hedge fund dengan strategi short selling yang sebelumnya sempat menginvestigasi sejumlah perusahaan SPAC dan kripto, kini membidik taipan terkaya sebagai sasaran baru. Pada Rabu (25/1) pekan lalu, tepat saat pasar saham India dibuka, Hindenburg mengeluarkan laporan panjang yang mengklaim bahwa Adani melakukan "penipuan terbesar dalam sejarah perusahaan."
Dalam laporannya, Hindenburg menuduh Adani Group melakukan "manipulasi saham dan bersekongkol melakukan penipuan akuntansi" yang telah dijalankan selama beberapa dekade. Penipuan dan persekongkolan tersebut, menurut Hindenburg, sebagian dilakukan melalui labirin perusahaan cangkang. Laporan tersebut juga mencatat bahwa Grup Adani sebelumnya telah diselidiki atas tuduhan korupsi, pencucian uang, dan pencurian dana pembayar pajak oleh otoritas terkait di India.
Tuduhan ini datang bertepatan dengan upaya Grup Adani melakukan penggalangan dana segar baru pada 27 Januari. Adani Enterprises akan meluncurkan penawaran saham sekunder publik terbesar di India sebesar US$ 2,5 miliar (Rp 37,5 triliun) untuk mendanai belanja modal dan melunasi sejumlah utang. Penawaran tersebut dilakukan dengan kredit pembayaran di muka 50% dan sisanya akan dilunasi di tanggal yang ditentukan kemudian.
Melansir Reuters, dalam penawaran tersebut muncul 33 nama investor strategis yang dipimpin oleh Maybank Malaysia dan termasuk entitas yang terkait serta Goldman Sachs Morgan Stanley dan Citigroup. Berempat, perusahaan tersebut mengambil sekitar US$ 734 juta dalam bentuk saham yang baru diterbitkan.
Keluarga Adani, yang memiliki 73% saham perusahaan tidak mengikuti aksi korporasi ini karena tujuan utamanya adalah untuk menyambut investor baru dan mendanai belanja modal.
Jugeshinder Singh, kepala keuangan Adani Group, pekan lalu mengatakan pihaknya "terkejut" dengan laporan Hindenburg dan menyebutnya sebagai "kombinasi berbahaya dari informasi yang salah dan tuduhan tidak berdasar."
TIM RISET CNBC INDONESIA