Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa saham terpantau terkoreksi parah pada perdagangan Kamis (30/11/2023), di mana koreksinya saham-saham tersebut berkaitan dengan rebalancing indeks MSCI yang mulai berlaku pada hari ini.
Sebelumnya pada 14 November lalu, perusahaan global yang membuat indeks MSCI yaitu MSCI Inc. kembali mengumumkan penyusunan ulang atau rebalancing, di mana beberapa saham masuk ke dalam dua indeks MSCI.
Pengumuman penghuni baru MSCI Global Standard Index dan MSCI Small Cap Index ini memang sudah ditunggu-tunggu pasar mengingat MSCI menjadi salah satu acuan melihat saham-saham unggulan yang menjadi pilihan investasi.
Sebagai informasi MSCI Inc, yang dulunya bernama Morgan Stanley Capital International dan MSCI Barra, adalah pembuat indeks dari mulai pasar saham, pasar obligasi, pasar hedge fund, dan perangkat analisis pasar keuangan lain.
Setelah diumumkan pada 14 November lalu, maka per hari ini, beberapa saham ada yang masuk atau keluar dua indeks MSCI.
Di indeks MSCI Global Standard terbaru, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (TBIG) resmi masuk ke dalam anggota indeks MSCI tersebut. Sedangkan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) resmi keluar dari anggota indeks MSCI tersebut.
Sementara di indeks MSCI Small Cap, saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) resmi masuk ke dalam anggota indeks MSCI tersebut.
Adapun beberapa saham keluar dari indeks MSCI Small Cap, yakni PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT PP Tbk (PTPP), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Dari MSCI Global Standard, saham AMMN justru terkoreksi parah kemarin, yakni ambles 7,4% ke posisi Rp 7.200/unit. Hal ini karena para fund manager sudah mengantisipasi dari resmi berlakunya rebalancing ini.
Para fund manager diketahui sudah melakukan penyesuaian di portofolio mereka beberapa hari sebelum pengumuman rebalancing MSCI ini, sehingga kemarin koreksi AMMN tidak bisa dihindarkan.
Meski begitu, saham INCO juga tetap terkoreksi parah kemarin yakni mencapai 4,05% menjadi Rp 4.500/unit.
Sementara dari MSCI Small Cap, saham EMTK justru mengalami penguatan kemarin, yakni melonjak 4,88%, meski para fund manager juga sudah mengantisipasinya.
Meski begitu, ada beberapa saham yang tidak terkena rebalancing MSCI, tetapi pergerakannya cenderung 'liar' kemarin. Ada kemungkinan saham-saham yang bergerak liar tersebut juga akibat antisipasi para fund manager yang memiliki portofolio saham-saham MSCI.
Adapun saham-saham tersebut yakni PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).
Berikut pergerakan saham-saham tersebut.
Saham SILO menjadi yang paling besar penguatannya kemarin yakni mencapai 19,65% ke Rp 2.740/unit. Kemudian disusul saham DRMA yang melejit 13,11% ke Rp 1.725/unit, dan terakhir ada saham INTP yang melonjak 8,51% menjadi Rp 10.200/unit.
Secara periodik, MSCI melakukanreviewatas saham-saham apa yang layak dimasukkan menjadi konstituen dan dikeluarkan atau dikenal denganrebalancing.
MSCI juga menyaring sejumlah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar,free floatsaham, likuditas saham dalam periode tertentu, dan sejumlah kriteria lainnya.
Indeks MSCI sering kali menjadi perbincangan akibat pilihan sahamnya dari berbagai negara, industri, kapitalisasi pasar, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, investor global akan mengacu pada indeks MSCI sebagai emiten pilihan awalnya.
Faktor-faktor tersebutlah yang berpotensi memengaruhi pergerakan saham yang masuk dalam indeks MSCI menguat dan saham yang didepak anjlok. Namun, tidak semua keputusan beli atau jual mengindikasikan harga saham nya sudah tidak dapat naik atau turun lagi.
Sehingga, saham yang masuk indeks MSCIakan mengalami kenaikan harga dan saham yang didepak akan terkoreksi merupakan mitos.
Faktor keharusan reksadana indeks atau ETF mengikuti update emiten yang dipilih merupakan faktor tekanan beli atau jual dalam jangka pendek. Namun, MSCI sudah mempertimbangkan emiten yang dipilih melalui tingkatan likuiditas sahamnya, sehingga tekananbeli atau jual tidak mempengaruhiperubahan harga signifikan.
CNBC INDONESIA RESEARCH