Jakarta, CNBC Indonesia - Usai ditutup pada 15 November 2023, PT BPR Indotama UKM Sulawesi menjadi bank perekonomian rakyat (BPR) ketiga yang gulung tikar sepanjang tahun ini. Jumlah itu masih di bawah rata-rata BPR jatuh menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni 6-7 bank.
Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya pernah mengatakan banyaknya rata-rata BPR jatuh tersebut disebabkan oleh tata kelola bisnis bank yang tidak memadai. Benar adanya bila berkaca dari ketiga BPR yang ditutup tersebut.
BPR Indotama UKM Sulawesi dilakukan karena pemilik tidak mau lagi menjalankan bisnis bank, tidak lagi memiliki simpanan ataupun menyalurkan kredit. Kemudian BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) ditutup pada 12 September lalu, karena adanya fraud dalam manajemen bank, dan BPR Bagong Inti Marga (BPR BIM) ditutup pada 3 Februari lalu lantaran arus keuangan yang tidak sehat.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin menilai bahwa akar masalah dari jatuhnya BPR adalah karena tata kelola yang kurang bagus secara umum. Di samping itu, biasanya para pemegang saham pengendali terlibat dalam kegiatan operasional BPR.
Maka dari itu, kata Amin, UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan kesempatan bagi BPR untuk beroperasi seperti bank umum. Dalam hal ini, ada regulasi yang ketat untuk kegiatan operasional BPR.
"Nah, ini mungkin akan memperbaiki tata kelola BPR secara umum. Dan kalau yang kemudian, ini buat saya akan terjadi seleksi alam," ujar Amin saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (23/11/2023).
Dia mengatakan "seleksi alam" yang dimaksud sejalan dengan apa yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae. Yakni, berdasarkan kajian otoritas dalam 5 tahun ke depan jumlah BPR akan berkurang hingga lebih dari 400 entitas sehingga jumlah BPR diperkirakan akan tersisa 1.000 BPR pada tahun 2027.
"Menurut saya lebih baik jumlah sedikit daripada kemudian banyak tapi tata kelolanya menjadi kurang baik. Ini harus kemudian dibangun aturan-aturan yang membuat para pemilik akan lebih hati-hati dalam menjalankan bisnisnya," pungkas Amin.
Dalam hal ini, ia mengatakan BPR harus didorong untuk digitalisasi, peningkatan infrastruktur, dan teknologi informasi. Amin menyebut proses-proses tersebut berat, lantas akan terjadi seleksi alam bagi BPR.
Menurutnya, proses ini sama saja dengan yang terjadi dengan bank umum. Ia menilai BPR yang kecil berdasarkan aset mungkin harus melakukan merger dan akuisisi, sebagai bagian dari proses seleksi alam.
"Nah, ini banyak peminatnya kalau emang BPR-nya sehat. Karena mereka main di segmen-segmen yang tidak dijangkau bahkan oleh fintech sekalipun, mereka lebih pengalaman di sana. Ya, untuk memberikan kredit-kredit untuk mikro," jelas Amin.
Mengingatkan saja, pada awal tahun ini telah terjadi merger 10 BPR di Indonesia Timur, yang dikepalai oleh PT Modern Multiartha (MMA). Adapun 10 BPR adalah PT BPR Modern Express, PT BPR Irian Sentosa, PT BPR Palu Lokadana Utama, PT BPR Modern Express Jateng, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Sultra, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, dan PT BPR Modern Express Sulut.
Semua BPR tersebut akan merger menjadi satu entitas dimana yang akan menerima penggabungan adalah BPR Modern Express. Setelahnya, MMA akan menjadi pemegang saham pengendali BPR hasil merger ini dengan kepemilikan sebesar 91,4%.
Jumlah BPR pun tercatat terus berkurang. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, jumlah BPR telah menyusut 94 dari tahun 2020 yang berjumlah 1.506 menjadi 1.412 pada Agustus 2023.