Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga bursa Amerika Serikat (AS) terbang pada perdagangan Kamis (1/6/2023) setelah Dewan Perwakilan (DPR) Amerika Serikat (AS) sepakat untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act.
Dengan kesepakatan tersebut maka plafon utang AS ditangguhkan hingga awal 2025 sekaligus mengakhiri ketakutan banyak pihak mengenai risiko gagal bayar utang AS.
Indeks Dow Jones menguat 153,3 poin atau 0,47% ke posisi 33.061,57. Indeks Nasdaq terbang 165,7 poin atau 1,28% ke 13.100,98 sementara indeks S&P terapresiasi 41,19 poin atau 0,99% ke posisi 4.221,02.
Posisi penutupan indeks Nasdaq dan S&P pada Jumat kemarin adalah yang tertinggi sejak Agustus 2022 atau sembilan bulan terakhir.
Menghijaunya Wall Street menjadi kabar baik mengingat ketiga bursa ditutup di zona merah pada Rabu.
Pada perdagangan Rabu (31/5//2023), indeks Dow Jones ditutup melemah 0,41%, indkes S&P 500 jatuh 0,61%dan Nasdaq Composite juga mengalami koreksi 0,63%.
Seperti diketahui, DPR AS akhirnya meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act.
Kesepakatan diketok dengan perolehan suara 314-117. Sebanyak 149 anggota Partai republik dan 165 anggota Partai Demokrat memilih untuk meloloskan RUU sementara 71 anggota DPR menentangnya.
Kesepakatan ini sekaligus mengakhiri drama di Capitol Hill, Kongres AS antara legislatif dan eksekutif AS mengenai debt ceiling atau plafon utang AS.
Di antara kesepakatan yang ada dalam RUU tersebut adalah pemberlakuan batas pinjaman yang ada hingga Januari 2025 atau menangguhkan plafon utang hingga Januari 2025. Artinya, persoalan debt ceiling baru akan dibahas lagi setelah pemilihan presiden AS.
Kesepakatan lainnya adalah belanja pemerintah federal akan tetap sama pada 2024 untuk kemudian naik sekitar 1% pada 2025.
Seperti diketahui, plafon utang pemerintah AS sudah melampaui batas yang ditetapkan yakni US$ 31,4 triliun. Pemerintahan Joe Biden perlu menaikkan plafon utang untuk membiayai anggaran, termasuk anggaran pertahanan dan perlindungan sosial.
Dengan penangguhan plafon utang setidaknya tidak ada risiko gagal bayar utang tetapi pemerintahan Biden harus membatasi pengeluarannya.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen sebelumnya mengingatkan jika AS akan mengalami gagal bayar atau default pada 5 Juni 2023 jika kesepakatan tidak dicapai.
Setelah ini, plafon utang tinggal mendapatkan lampu hijau dari senat AS pada akhir pekan ini.
Berbeda dengan DPR yang dikuasai Partai Republik, senat AS atau majelis tinggi Kongres AS dikuasai Partai Demokrat dengan perbandingan 51 vs 49.
"Ini adalah kompromi dua pihak. Tidak ada satu pihakpun yang mendapatkan semua yang diinginkan tetapi ini adalah persoalan tanggung jawab pemerintahan," tutur Presiden Biden, dikutip dari CNBC International.
Analis Baird, Ross Mayfield, kesepakatan kenaikan utang mengakhiri ketidakpastian yang selama ini membayangi kinerja pasar saham.
Dengan kesepakatan utang maka kekhawatiran mengenai ancaman resesi hingga melonjaknya pengangguran bisa diredam.
"Apapun sentimen atau katalis negatif nya jika itu bisa hilang maka akan menghapus ketidakpastian pasar. Setidaknya, pasar saham saat ini bisa bernafas lega," tutur Mayfield, dikutip dari CNBC International.
Dengan berakhirnya drama debt ceiling maka perhatian pasar kini akan tercurah kepada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Juni mendatang.
Sejauh ini, pasar berekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps.
Namun, sebelum itu, pasar akan menunggu data pengangguran AS yang akan keluar pada hari ini, Jumat malam waktu Indonesia.
"Fokus pasar kini beralih dari persoalan plafon utang kepada tekanan apa yang terjadi jika The Fed menaikkan sukuy bunga," tutur analis dari Harris Financial, Jamie Cox, dikutip dari Reuters.
CNBC INDONESIA RESEARCH