Foto: Reuters
Pada perdagangan Jumat (16/12/2022) tekanan berisiko berlanjut dan semakin besar melihat sentimen pelaku pasar yang memburuk, setelah 4 bank sentral mengumumkan kenaikan suku bunga masing-masing 50 basis poin kemarin. Bursa saham Eropa dan Amerika Serikat rontok, dan berisiko menjalar ke Asia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 dan 4.
Sementara itu data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan IHSG ditutup terkoreksi 0,73% ke posisi 6.751,86. IHSG pun diperdagangkan di level psikologis 6.700 kemarin. PT BESTPROFIT
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 16 triliun dengan melibatkan 29 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 215 saham menguat, 308 saham terkoreksi, dan 183 saham lainnya stagnan.
Investor asing hingga kemarin masih melakukan penjualan bersih (net sell) hingga mencapai Rp 1,07 triliun di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing terlihat melakukan pembelian bersih (net buy) hingga mencapai Rp 1,74 triliun. BESTPROFIT
Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik kompak terkoreksi. Indeks KOSPI Korea Selatan menjadi yang paling parah koreksinya kemarin, yakni mencapai 1,6%. Kemudian disusul Hang Seng Hong Kong yang ambles 1,55%, dan BSE Sensex India yang ambrol 1,4%. PT BESTPROFIT FUTURES
BPF
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.615/US$, melemah 0,16% di pasar spot kemarin.
Tak hanya rupiah saja, hampir seluruh mata uang utama Asia juga tak mampu melawan The Greenback kemarin. Baht Thailand menjadi yang terparah koreksinya yakni mencapai 1,3%, disusul won Korea Selatan yang ambles 1,2%.
Hanya dolar Hong Kong yang cenderung stagnan kemarin.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya secara mayoritas kembali ditutup menguat dan mengalami penurunan imbal hasil (yield), menandakan bahwa investor kembali ramai memburunya
Melansir data dari Refinitiv,SBN tenor 15 tahun menjadi yang terbesar penurunan yield-nya kemarin, yakni mencapai 10,8 basis poin (bp) ke posisi 6,767%.
Namun untuk yield SBN tenor 5 dan 10 tahun terpantau naik masing-masing 0,2 bp dan 1,6 bp.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.
Dari dalam negeri, Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan kembali mencatat surplus sebesar US$ 5,16 miliar pada November. Neraca perdagangan Indonesia kini sudah surplus dalam 31 bulan beruntun.
Ekspor Indonesia alami kenaikan 5,58% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$ 24,12 miliar. Sementara secara bulanan ada penurunan 2,46%.
"Nilai ekspor November mencapai US$ 24,12 miliar," ungkap Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah dalam konferensi pers, Kamis (15/12/2022).
Sementara impor Indonesia mencapai US$ 18,96 miliar, atau turun 1,89% dibandingkan tahun lalu (yoy) dan turun 0,91% dibandingkan bulan sebelumnya.
"Impor Indonesia mencapai US$ 18,96 miliar," jelasnya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2022 sebesar US$ 4,4 miliar.
Meski demikian, data tersebut masih belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.
Rupiah yang melemah dan IHSG yang juga terkoreksi terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bp menjadi menjadi 4,25% - 4,5%. Kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya
Dengan ini, maka The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya hingga 425 bp sepanjang tahun ini. Sebelum pertemuan terakhir, The Fed sempat menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 bp dalam empat kali beruntun.
Meski kenaikan suku bunga The Fed sesuai prediksi, tetapi masih banyak investor yang cenderung kecewa, karena sikap hawkish The Fed berpotensi bertahan hingga tahun depan dan dapat membawa Negeri Paman Sam menuju resesi.
Sebelumnya, ketua The Fed, Jerome Powell pun mengisyaratkan bahwa untuk menurunkan suku bunga acuan, perlu melihat lebih banyak data yang diperlukan, dengan catatan utama yakni tingkat pengangguran naik cukup signifikan.
"Data inflasi yang diterima sejauh ini di bulan Oktober dan November menunjukkan penurunan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan. Tetapi, butuh lebih banyak bukti untuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada di jalur penurunan yang berkelanjutan," kata Powell.
Selain itu, pejabat The Fed juga memperkirakan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi hingga tahun depan, tanpa pengurangan hingga 2024.
Anggota The Fed memperkirakan kenaikan suku bunga hingga mencapai tingkat rata-rata 5,1% tahun depan, setara dengan kisaran target 5% - 5,25%.
Selain itu, The Fed juga menurunkan target pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2023, menempatkan perkiraan kenaikan PDB hanya 0,5%, sedikit di atas apa yang dianggap sebagai resesi.
Prospek PDB untuk tahun ini juga ditetapkan sebesar 0,5%. Dalam proyeksi September lalu, anggota mengharapkan pertumbuhan 0,2% tahun ini dan 1,2% tahun depan.
Jika proyeksi PDB tahun ini dan tahun depan dipangkas, maka hal ini berarti resesi AS berpotensi terjadi di tahun depan, karena pejabat The Fed sendiri cenderung pesimis bahwa ekonomi Negeri Paman Sam tahun depan lebih baik dari tahun ini.
Jakarta, CNBC Indonesia