Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah untuk menshut-down PLTU membuat banyak emiten batu bara berbondong-bondong masuk ke bisnis energi baru terbarukan (EBT). Bahkan beberapa emiten sudah menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk memastikan kelancaran bisnis ini. Mau tahu siapa saja emiten batu bara yang mau masuk ke bisnis EBT? Ini daftarnya:
1. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA)
Grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) menjadi emiten yang paling baru, yang memastikan akan masuk ke EBT. DSSA melalui anak usahanya menyepakati kerjasama bisnis panel surya dengan perusahaan asal Tiongkok Trina Solar Co. Ltd. bersama PT Indonesia Power dan PT Agra Surya Investindo.
Berdasarkan keterbukaan informasi, nota tersebut berisi kesepahaman menjajaki peluang kerja sama untuk merencanakan, membangun, membiayai, dan mengoperasikan pabrik sel dan modul fotovaltaik surya dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 1 GWp per tahun dan memasarkan produk sel dan modul fotovoltaik surya di Indonesia.
2. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA)
PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) tengah menjajaki bisnis energi baru terbarukan (EBT) dan electric vehicle (EV). Dalam menjajaki bisnis tersebut, TBS Energi mengestimasikan capital expenditures (capex) hingga US$ 600 juta sampai dengan lima tahun mendatang. Jumlah tersebut sudah mencakup pengembangan EBT dan EV.
Pada 2030 TOBA juga akan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin, biomassa, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Sementara untuk pengembangan EV, lanjut Juli, TBS Energi sudah bekerja sama dengan GOTO dengan menghadirkan motor listrik Electrum.
3. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terus memperluas portofolio bisnis EBT tercermin dari realisasikan beberapa pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dilakukan oleh PTBA, diantaranya di Bandara Soekarno Hatta melalui kerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
Pembangkit tenaga surya yang sudah beroperasi penuh sejak Oktober 2020 ini terdiri dari 720 solar panel system, dengan photovoltaics berkapasitas maksimal 241 kilowatt-peak (kWp), dan terpasang di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC). Kemudian, PTBA juga bekerja sama dengan Jasa Marga Group untuk pengembangan PLTS di jalan-jalan tol. Pada 21 September 2022 lalu, PLTS berkapasitas 400 Kilowatt-peak (kWp) di Jalan Tol Bali-Mandara telah selesai dibangun dan diresmikan.
4. PT Adaro Energy Indonesia Tbk, (ADRO)
Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) terus memperluas portofolio bisnis di segmen energi baru dan terbarukan (EBT). Lewat upaya ini, ADRO berniat mengerek pendapatan dari sektor non-batubara.
Adaro membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sistem rooftop atau atap dengan kapasitas 130 kWp di Kelanis, Kalimantan Tengah. Pembangkit surya ini untuk melayani kebutuhan listrik di area tambang Adaro.
Setelah berhasil dalam pembangunan dan pengoperasian PLTS atap 130 kWp, Adaro melakukan pengembangan dengan menambahkan kapasitas 468 kWp PLTS dengan sistem terapung (floating). PLTS terapung di Kelanis ini menjadi PLTS terapung terbesar di Indonesia untuk saat ini.
5. Indika Energy (INDY)
PT Indika Energy Tbk (INDY) juga perlahan mulai meninggalkan batu bara, salah satunya dengan masuk ke industri motor listrik.Teranyar, INDY bersama dengan anak usaha, PT Indika Energy Infrastructure, telah mendirikan perusahaan dengan nama PT Solusi Mobilitas Indonesia (SMI).
Penyertaan saham perusahaan dalam SMI merupakan langkah perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha ke sektor kendaraan listrik di Indonesia. INDY memiliki 99,998% saham senilai Rp 49.99 miliar sedangkan 0,002% sisanya senilai Rp 1.000.000 dimiliki oleh Indika Energy Infrastructure (IEI).
Tahun lalu, INDY juga mendirikan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI). Nilai investasi untuk pendirian perusahaan ini mencapai Rp 40 miliar.
Manuver INDY masuk bisnis kendaraan listrik sejalan dengan rencana bisnis jangka panjang. Perusahaan Sejak 2018, INDY melakukan diversifikasi ke sektor non-batubara, rendah karbon dan berkelanjutan.
Sebelumnya, INDY juga telah menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Foxconn, Gogoro Inc, PT Industri Baterai Indonesia (IBC), pada 21 Januari lalu.
6. United Tractors (UNTR)
Terakhir, emiten Grup Astra PT United Tractors Tbk (UNTR) juga tengah menyiapkan strategi transisi perusahaan, salah satunya dengan masuk ke EBT.
Dalam siaran pers mengenai kinerja keuangan 2021, pada 25 Februari 2022, UNTR menjelaskan, demi mempercepat pengembangan EBT, pada akhir 2021 seluruh bisnis energi dalam perseroan dikonsolidasikan melalui PT Energia Prima Nusantara (EPN).
Selain itu, UNTR melalui anak usaha, PT Energia Prima Nusantara (EPN) telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Shares Sale and Purchase Agreement/CSPA) dengan ACEI Singapore Holding Private Ltd. (ACEI), Kamis (4/8/2022).
Investasi ini merupakan salah satu bentuk ekspansi yang mengedepankan penciptaan nilai tambah guna memenuhi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan Perseroan dan memberikan dampak baik untuk masyarakat dan lingkungan. Perseroan berharap investasi ini akan mempercepat pengembangan bisnis EBT dalam portofolio Perseroan.
UNTR melakukan diversifikasi bisnis melalui pembelian 632,8 juta saham senilai Rp 186,5 miliar atau setara dengan 21,61% saham milik ACEI pada PT Arkora Hydro Tbk (Arkora), sebagai wujud dari komitmen perusahaan untuk menerapkan prinsip ESG dalam ekspansi bisnisnya serta memperkuat posisi United Tractors dalam bisnis berkelanjutan. Investasi United Tractors pada Arkora sejalan dengan strategi pengembangan usaha Perseroan, dengan menetapkan bisnis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai salah satu strategi transisi di bidang energi untuk menuju bisnis yang berkelanjutan.