Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sukses ditutup menguat 0,89% ke posisi 7.072,25, meski sempat menyentuh posisi intraday tertinggi di 7.101,47.
Penguatan IHSG ditopang oleh 9 indeks sektoral, di mana indeks dengan penguatan terbesar berhasil dibukukan indeks sektoral energi yang melesat 2,05%. Selain itu, sektor keuangan yang memiliki pangsa pasar terbesar juga berhasil menguat 0,81%.
Total volume transaksi bursa menyentuh 15,71 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 7,67 triliun.
Beberapa emiten dengan net buy terbesar asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai Rp 317,95 miliar. Disusul oleh PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Rp 175,71 miliar, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) Rp 89 miliar.
Sementara, saham-saham yang di lego asing terbesar yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Rp 37,99 miliar. Kemudian, PT Astra International Tbk (ASII) Rp 35,42 miliar dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Rp 33,78 miliar. PT BESTPROFIT
BEST PROFIT
Di sepanjang tahun ini, indeks acuan pasar saham domestik tersebut mampu menguat 6,51% terhitung sejak awal tahun meskipun sempat menghadapi beberapa koreksi tajam pada Mei dan Juli lalu sebelum mengejar ketertinggalan hingga akhirnya bertahan di atas level 7.000 sejak awal Agustus 2022. Meskipun sesekali sempat mencicipi zona 6.900-an. BESTPROFIT
Investasi asing ke saham RI telah mendorong indeks lebih tinggi. Pasalnya, Indonesia diuntungkan dari harga komoditas yang lebih tinggi, khususnya batu bara. Bahkan, pada Juli lalu, saham-saham emiten batu bara kembali menjadi pendorong penguatan IHSG.
Dibalik cemerlangnya kinerja saham Tanah Air. Sebaliknya, indeks Hang Seng di Hong Kong, Kospi Korea Selatan, dan Taiex Taiwan telah jatuh lebih dari 25% tahun ini. Shanghai Composite dan Komponen Shenzhen China Daratan juga telah terpukul, masing-masing merosot hampir 17% dan 27%.
Nikkei 225 di Jepang, Nifty 50 India dan indeks SET di Thailand bernasib lebih baik, mencatat kerugian satu digit.
Sementara itu, indeks Straits Times Singapura memiliki kinerja terbaik kedua di kawasan ini, turun hanya 0,53%. PT BESTPROFIT FUTURES
Hal serupa terjadi pada nilai tukar rupiah yang sukses mencatatkan penguatan cukup tajam hingga menjauhi level Rp 15.300/US$ yang sempat dicapainya awal pekan ini.
Melansir Data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,2%. Setelahnya rupiah sempat berbalik melemah 0,07% ke Rp 15.310/US$, sebelum kembali menguat dan mengakhiri perdagangan di Rp 15.245/US$, menguat 0,36% di pasar spot.
Penguatan Mata Uang Garuda dipicu oleh terkoreksinya indeks dolar AS di pasar spot. Pada perdagangan Selasa (4/10/2022), indeks dolar AS yang mengukur laju si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, kembali ditutup melemah 1,39% ke posisi 110,19. Bahkan, kini telah turun ke level 110 setelah sebelumnya sempat menyentuh level 114.
Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat rupiah bertenaga. Hal tersebut tecermin dari turunnya imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun ke 3,63%.
Namun, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan kemarin. SBN berjangka menengah diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield, sedangkan untuk SBN berjangka pendek dan panjang dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya yakni melonjak 12,5 basis poin (bp) ke posisi 5,712%.
Sedangkan untuk SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni melandai 6,7 bp menjadi 7,291%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sejak siang kemarin, minat beli sudah terjadi di SBN tenor 10 dan 20 tahun. Hal ini ditopang oleh sentimen dari penguatan nilai tukar rupiah yang tidak hanya menang melawan dolar AS, tetapi juga Singapura dan Australia.