PT BESTPROFIT FUTURES JAMBI - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menyebutkan bisnis kartu kredit di Indonesia selama satu tahun terakhir mengalami penurunan setidaknya sebesar 20% jika dibandingkan dengan kondisi normal.
Turunnya kinerja ini terutama disebabkan karena rendahnya aktivitas perjalanan dan hiburan masyarakat selama setahun terakhir ini. PT BESTPROFIT
Direktur Eksekutif AKKI Steve Marta mengatakan penurunan volume sales di industri kartu kredit ini terjadi baik dari bank asing maupun bank lokal.
"Sales volume industri kartu kredit mengalami kontraksi sebesar kira kira 20% dari situasi normal," kata Steve kepada CNBC Indonesia, Selasa (20/4/2021).
Adapun faktor utama penurunan sales kartu kredit ini adalah karena terbatasnya aktivitas masyarakat selama masa pandemi Covid-19. Padahal fokus kartu kredit adalah sebagai alat pembayaran travel dan hiburan, baik di dalam dan luar negeri yang saat ini masih sangat terbatas. BEST PROFIT
Faktor lainnya adalah karena munculnya metode transaksi lainnya menggunakan paylater (pembayaran di kemudian hari) yang disediakan oleh perusahaan financial technology (fintech) yang langsung bekerja sama dengan platform e-commerce. BESTPROFIT
Meski tidak terlalu besar dampaknya karena target pasarnya yang berbeda, diakui oleh Steve terdapat 'irisan' dari kedua bisnis ini.
"Tetapi hal ini bukan karena adanya metode transaksi lain seperti paylater ataupun fintech lainnya. Pay later ataupun fintech lainnya tentunya memiliki segment market tersendiri. Memang ada sedikit irisan tetapi tidak banyak karena memang sedikit berbeda pasarnya," jelas dia.
Penurunan kinerja ini juga tampak dari perusahaan penyedia bisnis ini yang mengalami tekanan sehingga terpaksa menyetop lini bisnis ini. PT BESTPROFIT FUTURES
Salah satu penyedia layanan kartu kredit dari bank asing adalah Citi, salah satu bank investasi terbesar di AS, yang baru-baru ini mengumumkan akan melepas bisnis kartu kreditnya di Indonesia. Hal ini lantaran keputusan CEO Citi Jane Fraser untuk keluar dari bisnis retail banking di 13 negara termasuk Indonesia.
Menanggapi hal ini, Steve menilai keputusan tersebut merupakan pertimbangan bisnis yang lebih mempertimbangkan kondisi bisnis Citi secara keseluruhan, bukan hanya mempertimbangkan kondisi bisnis di Indonesia.
"Saya rasa ini adalah keputusan dari kantor pusat Citi Group di mana pertimbangannya tidak hanya kondisi di Indonesia. Lebih banyak pertimbangan secara umum di seluruh business mereka. Untuk business kartu di Indonesia sendiri Citibank cukup solid dan masih tergolong baik," tandasnya.
Adapun sejauh ini sejumlah e-commerce menawarkan layanan 'pembayaran nanti' alias paylater, mulai dari Shopee PayLater di toko online Shopee, lalu Kredivo, Akulaku, hingga pembayaran nanti lewat Gopay PayLater dan OVO.
Hal ini pun sudah dikuatkan dengan riset lembaga independen pada Februari lalu. Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) berjudul "Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur Pembayaran Paylater" juga menyimpulkan bahwa metode layanan 'bayar nanti' (paylater) telah menjadi alternatif solusi pengelolaan keuangan bagi masyarakat yang aman dan mudah untuk pembiayaan aktivitas sehari-hari di masa pandemi.
Survei ini mengungkapkan bahwa sebesar 92% responden menyatakan layanan paylater bermanfaat untuk mengelola pengeluaran dan arus kas.
Penggunaan layanan ini sebelum dan selama pandemi Covid-19 juga berubah. Selain itu, jumlah produk kesehatan yang dibeli menggunakan layanan 'bayar nanti' naik lebih dari dua kali lipat saat pandemi dibanding sebelum pandemi.
Tidak hanya itu, terjadi peningkatan intensitas penggunaan layanan 'bayar nanti' sebelum dan selama pandemi di mana peningkatan tersebut sebesar 22,52% bagi pengguna yang tergolong sangat sering dan sebesar 7,2% bagi pengguna yang tergolong sering menggunakan layanan 'bayar nanti'.
"Riset kami menunjukkan kehadiran layanan paylater harus dipandang sebagai solusi alternatif pengelolaan keuangan, bukan hanya soal instrumen pembayaran," kata periset RISED Rumayya Batubara, dalam siaran persnya.
"Kehadiran layanan 'bayar nanti' telah terbukti membantu konsumen mengatur arus kasdengan lebih baik terutama di masa pandemi yang penuh ketidakpastian sehingga konsumen bisa lebih leluasa mengatur budgeting dan merencanakan keuangan jangka panjang termasuk menabung." BPF
SUmber : CNBC Indonesia.com