Thursday, August 8, 2024

Ini Dia 5 Raja Tambang Batu Bara di RI

 

Sejumlah perahu tongkang batu bara melintas di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (24/7/2024). Sungai Mahakam berfungsi sebagai jalur pengangkutan batu bara. Setiap hari di sungai ini dipadati tongkang yang membawa muatan batu bara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah perahu tongkang batu bara melintas di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (24/7/2024). Sungai Mahakam berfungsi sebagai jalur pengangkutan batu bara. Setiap hari di sungai ini dipadati tongkang yang membawa muatan batu bara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali melesat dalam lima hari beruntun menyentuh level tertinggi dan mempertahankan posisi tertinggi selama tiga bulan terakhir.

Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle kontrak September pada penutupan perdagangan Rabu (7/8/2024) menguat 0,27% menjadi US$ 147,90 per ton.


Artinya, harga batu bara sudah menguat lima hari beruntun dengan penguatan mencapai 6%. Harga penutupan kemarin juga menjadi yang tertinggi sejak 2 Mei 2024 atau lebih dari tiga bulan.

Apresiasi harga batu bara dalam beberapa hari terakhir disinyalir berkat prospek permintaan batu bara yang meningkat jelang akhir tahun.

Melansir dari Mining,com, sebuah kelompok industri batubara utama di Tiongkok mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka memperkirakan impor batubara tahun ini akan mencapai setidaknya 500 juta metrik ton, melebihi rekor tertinggi sebelumnya dan perkiraan para pelaku pasar.

Sementara itu, sejumlah konglomerat di Indonesia masuk dalam daftar orang terkaya karena bisnis batu bara. Berikut raja tambang RI yang dirangkum oleh CNBC Indonesia:

Low Tuck Kwong

Dato' Low Tuck merupakan seorang pengusaha Indonesia sekaligus pemilik PT Bayan Resources Tbk (BYAN), salah satu perusahaan yang bergerak di sektor tambang batu bara. BYAN merupakan emiten batu bara dengan kapitalisasi terbesar di bursa domestik. Tercatat kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 658,33 triliun.

Keluarga Widjaja

Keluarga yang dikepalai oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja itu menguasai Sinar Mas Group, salah satu konglomerat masa Orde Baru. Grup Sinar Mas memiliki PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA) yang bergerak di bidang energi dan infrastruktur.

Anak perusahaan DSSA, PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) dan Golden Energy and Resources Ltd. (GEAR) menjadi penyumbang batu bara. GEAR tidak hanya memiliki tambang di Indonesia, tetapi juga mengakuisisi aset tambang di Australia, yaitu Stanmore Coal. Putra dari Eka, Franky Oesman Widjaja menjadi Komisaris Utama DSSA.

Adapun kekayaan keluarga Widjaja mencapai US$ 10,8 miliar atau setara dengan Rp 168,3 triliun.

Garibaldi Thohir

Kakak Menteri BUMN Erick Thohir ini bersama TP Rachmat dan Edwin Soeryadjaya mendirikan emiten raksasa PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), yang ketika pertama kali melantai di bursa tahun 2008 silam berhasil memperoleh dana IPO terbesar sepanjang sejarah yang baru-baru ini rekornya dipecahkan oleh Bukalapak.

Lokasi penambangan Adaro tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan, selain itu terdapat juga situs penambangan berlokasi di Australia yang baru diakuisisi tahun 2018 lalu. Beberapa perusahaan pertambangan di bawah Adaro Group antara lain PT Mustika Indah Permai (MIP), PT Bukit Enim Energi (BEE), Adaro Metcoal Companies (AMC), PT Bhakti Energi Persada (BEP) dan banyak lagi.

Akhir 2022, Forbes menempatkan pria yang akrab disapa Boy ini pada urutan ke-15 pada daftar Indonesia's 50 Richest dengan nilai kekayaan sebesar US$ 3,45 miliar atau setara dengan Rp 54,01 triliun. Kemudian pada 2023, harta kekayaannya tercatat sebesar US$ 3,3 miliar atau Rp 51,29 triliun dan menjadikannya sebagai orang terkaya ke-17.

Kiki Barki

Kiki Barki merupakan pendiri emiten pertambangan batubara, PT Harum Energi Tbk (HRUM) pada tahun 1995 dan perusahaannya listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2010. Kiki Barki menguasai 79,79% saham PT Harum Energy Tbk (HRUM), yang berdiri sejak 1995.

Selain Harum Energy, Kiki juga memiliki tambang batubara milik swasta, Tanito Harum. Saat ini, putra sulungnya, Lawrence Barki, menjalankan Harum sebagai presiden komisaris sementara putra bungsunya, Steven Scott Barki, menjadi komisaris.

Pada 2022, Forbes mencatat nilai kekayaan bersih Kiki sebesar US$ 1,9 miliar atau setara dengan Rp 29,6 triliun. Tahun lalu US$ 1,41 miliar atau Rp 21,92 triliun dan menempatkan dirinya sebagai orang terkaya ke-33.

Edwin Soeryadjaya

Tjia Han Pun alias Edwin Soeryadjaya terlahir pada 17 Juli 1949 setelah kedua orangtuanya kembali dari Negeri Belanda. Ketika kelahirannya, perang Indonesia-Belanda perlahan mereda. Ketika itu, ayahnya William Soeryadjaya masih merintis bisnisnya, membangun Astra.

Sekitar 1997-1998 Edwin bersama Sandiaga Uno mendirikan perusahaan keuangan Saratoga Investama Sedaya. Dimana dia menjadi pemimpin tertinggi perusahaan itu setelah Indonesia dilanda krisis moneter. Saratoga termasuk perusahaan keuangan yang kemudian berkembang.

Setelah tahun 2000 pertambangan batu bara menggeliat di Indonesia. Edwin Soeryadjaya pun belakangan masuk ke dalam bisnis ini. Seperti sepupunya yang pernah aktif di Astra juga, Theodore Permadi Rachmat alias Teddy Rachmat yang terlibat dalam pendirian perusahaan batubara Pama Persada.

Pada 2022, Forbes mencatat kekayaan Edwin senilai US$ 1,8 miliar atau setara dengan Rp 28,05 triliun. Kemudian pada 2023, Edwin tercatat sebagai orang terkaya ke-39 dengan harta US$ 1,24 miliar atau setara Rp 19,27 triliun.

Wednesday, August 7, 2024

Sebelum Saham Nvidia Ambruk, Jensen Huang Sudah Jual Rp 5 Triliun

 

Gedung perkantoran Nvidia ditampilkan di Santa Clara, California, 31 Mei 2023. Nvidia melaporkan pendapatan pada Rabu, 22 Mei 2024. (AP Photo/Jeff Chiu/File Foto)
Foto: Gedung perkantoran Nvidia ditampilkan di Santa Clara, California, 31 Mei 2023. Nvidia melaporkan pendapatan pada Rabu, 22 Mei 2024. (AP/Jeff Chiu)

Jakarta, CNBC Indonesia - CEO Nvidia Jensen Huang menjual saham senilai US$323 juta pada bulan Juli sebelum pasar anjlok. Angka tersebut setara dengan Rp 5,3 triliun.

Mengutip Business Insider, Jensen Huang melepas saham Nvidia dalam jumlah yang sangat besar dari portofolionya bulan lalu, sehingga total penjualan sahamnya mencapai hampir $500 juta pada musim panas iniz

Hal itu membuat CEO raksasa chip ini berada di depan aksi jual saham global yang brutal. Berdasarkan pengajuan ke Securities and Exchange Commission, Huang menjual saham perusahaannya senilai US$322,7 juta di bulan Juli dan telah menjual hampir US$500 juta saham di musim panas ini.

Penjualan tersebut merupakan bagian dari rencana perdagangan yang telah ditentukan sebelumnya yang diajukan Huang pada bulan Maret, dan transaksinya dilakukan pada waktu yang tepat.

Sang CEO mendahului aksi jual yang lebih luas di bidang teknologi, yang mendapatkan momentumnya pada hari Kamis lalu setelah sejumlah data ekonomi yang lemah dan pendapatan teknologi yang meleset.


Saham Nvidia, khususnya, telah berada di bawah tekanan bahkan sebelum gejolak pasar terakhir, karena investor mulai mempertanyakan dampak dari belanja kecerdasan buatan yang besar terhadap pendapatan perusahaan.

Saham ini turun 7% lagi pada hari Senin, sehingga total penurunan selama sebulan terakhir menjadi sekitar 20%.

Penjualan Huang menambah aksi jual di seluruh perusahaan dari orang dalam di perusahaan menjual saham senilai lebih dari US$1 miliar sepanjang tahun ini.

Tuesday, August 6, 2024

Black Monday Guncang Pasar Modal Dunia, Petaka 1987 Terulang?

 

Orang-orang mengendarai sepeda di depan papan saham elektronik yang menunjukkan indeks Nikkei Jepang di sebuah perusahaan sekuritas pada hari Selasa, 9 Juli 2024, di Tokyo. Saham-saham Asia sebagian besar menguat pada hari Selasa setelah indeks acuan Wall Street mencapai lebih banyak tonggak sejarah. (AP/Eugene Hoshiko)
Foto: Orang-orang mengendarai sepeda di depan papan saham elektronik yang menunjukkan indeks Nikkei Jepang di sebuah perusahaan sekuritas pada hari Selasa, 9 Juli 2024, di Tokyo. Saham-saham Asia sebagian besar menguat pada hari Selasa setelah indeks acuan Wall Street mencapai lebih banyak tonggak sejarah. (AP/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal dunia kemarin menunjukkan kepanikan yang luar biasa. Pasar saham Jepang mengalami penurunan terbesar dalam 37 tahun terakhir, sementara indeks VIX yang mengukur volatilitas saham AS mengalami kenaikan terbesar kedua sejak 1990.

Penurunan ini dipicu oleh data pekerjaan yang dirilis pada Jumat, (2/8/2024), yang mengubah narasi ekonomi dari soft landing menjadi hard landing. Ditambah lagi dengan periode penurunan hype tentang kecerdasan buatan dan kenaikan suku bunga Bank of Japan yang bertujuan memperkuat yen.


Berita bahwa Berkshire Hathaway milik Warren Buffett telah menjual setengah sahamnya di Apple dan menambah tumpukan uang tunai semakin memperburuk situasi.

Namun, melansir Wall Street Journal, pemicu tersebut tidak dapat sepenuhnya menjelaskan skala pergerakan yang terjadi. Penurunan besar yang dialami, seperti penurunan 15% pada saham pembuat chip Nvidia, terjadi karena investor telah bertaruh besar bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik.

Pertanyaannya adalah sejauh mana volatilitas harga saam ini akan berlangsung? Jika berlanjut, apakah penurunan ini akan berbalik menjadi peningkatan tabungan dan melemahnya ekonomi, atau lebih buruk lagi, mengancam sistem keuangan?

Contoh ekstrem dari dampak penurunan besar di masa lalu adalah krisis 1987, kejatuhan Long-Term Capital Management pada 1998, dan krisis keuangan global 2008. Meskipun sejarah tidak pernah sempurna, sejauh ini situasi ini lebih mirip dengan versi yang lebih ringan dari krisis 1987 daripada dua lainnya.

Pada 1987, pasar saham mengalami penurunan terbesar dalam satu hari, dengan S&P 500 turun lebih dari 20% pada Black Monday di bulan Oktober. Investor saat itu telah membangun leverage berlebihan setelah kenaikan luar biasa hingga puncaknya pada bulan Agustus, dan kejatuhan tersebut menyebabkan margin call besar dan perdagangan otomatis yang dirancang buruk yang memperburuk penjualan.

Namun, Federal Reserve mengalirkan likuiditas ke bank-bank, broker tidak gagal bayar, dan pasar pulih sepenuhnya dalam dua tahun. Ekonomi baik-baik saja.

Kabar baiknya, pada 1987 semua instrumen di pasar modal naik, dan meski turun kembali, tidak ada yang terluka. S&P naik 36% dalam delapan bulan hingga puncaknya pada Agustus 1987, mirip dengan kenaikan 33% yang terjadi hingga puncaknya tahun ini.

Seperti pada 1987, kenaikan tahun ini terjadi meskipun ada kebijakan moneter ketat dan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi. Sama seperti hari ini, pada 1987 investor berada di ujung tanduk dan siap untuk menjual untuk mengunci keuntungan tak terduga.

Kerugian sejauh ini lebih kecil, tetapi perdagangan yang menguntungkan telah berbalik, seperti halnya pasar secara keseluruhan pada 1987.

Pada 1998, situasinya jauh lebih buruk, meskipun saham pulih lebih cepat. Hedge fund yang sangat terleverage, LTCM, hancur ketika default utang domestik Rusia menciptakan pelarian ke keamanan. LTCM cukup besar sehingga mengancam akan menjatuhkan lembaga-lembaga Wall Street.

The Fed memangkas suku bunga tiga kali dan mengumpulkan sekelompok bank untuk menyelamatkan firma tersebut dan menutup perdagangan secara perlahan. Saham hanya membutuhkan waktu empat bulan untuk pulih, tetapi uang membantu meningkatkan gelembung internet, yang meledak dua tahun kemudian dan menyebabkan resesi ringan-dan kerugian besar bagi investor saham teknologi.

Kami belum tahu apakah ada hedge fund yang terkena dampak besar dari pergerakan pasar yang besar, yang telah membawa kerugian besar bagi mereka yang terlibat dalam "carry trade" meminjam murah dalam yen dan membeli mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi seperti peso Meksiko atau dolar.

Namun, pedagang sudah bertaruh bahwa The Fed akan memangkas suku bunga, dengan pemotongan besar sebesar 0,5 persen poin sudah tercermin dalam futures untuk pertemuan bulan September.

Hasil yang sangat buruk adalah pengulangan tahun 2008, tetapi tampaknya tidak mungkin. Memang, beberapa bank besar AS gagal tahun lalu, karena taruhan buruk pada obligasi pemerintah.

Namun, bank jauh lebih sedikit menggunakan leverage dibandingkan sebelumnya, dan sistem ini kurang terpapar pada krisis likuiditas, karena pemberi pinjaman swasta telah mengambil alih sebagian besar risiko yang dulu ada di bank. Kerugian besar sangat mungkin terjadi, dan dana pribadi bisa mengalami masalah, tetapi itu akan memakan waktu dan tidak akan menciptakan krisis sistemik yang sama.

Idealnya, kelebihan di pasar saham akan mereda seperti pada tahun 1987 tanpa menciptakan masalah yang lebih luas. Antusiasme AI dapat mengempiskan harga saham lebih banyak-bahkan setelah turun 30% dari puncaknya bulan Juni, Nvidia masih dua kali lipat harganya tahun ini.

Namun, pasar sudah jauh lebih mendekati normal, dengan indeks Nasdaq 100 hanya naik 6% sejauh tahun ini, dan S&P kurang dari 9%.

Jika kepanikan mereda, The Fed memangkas suku bunga, dan tidak ada yang rusak dalam sistem keuangan. Namun, Wall Street Journal meminta agar investor bisa mengingat momen kejatuhannya kemarin dan mencoba untuk menjadi sedikit lebih bijaksana dan kurang spekulatif ke depan.

Monday, August 5, 2024

Ini Alasan Bitcoin Ambruk Ke US$ 53.000 & Ethereum Anjlok 20%

 

Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Art Rachen on Unsplash)
Foto: Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Art Rachen on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin saat ini jatuh ke level US$ 53.000 karena kepanikan pasar dan Etherum (ETH) kembali bergerak di zona negatif. Ketidakpastian pasar tercermin saat Nikkei Jepang turun lebih dari 6% pada hari Senin pagi, menjadikan penurunan indeks selama tiga hari menjadi sekitar 15%.

Mengutip data Coindesk, Bitcoin turun 12% dalam 24 jam terakhir dan 20% dalam sepekan. Penyebab terjadinya koreksi besar-besaran di pasar kripto dan pasar keuangan tradisional lainnya adalah arah kebijakan dari bank sentral global, termasuk The Fed yang masih urung menurunkan suku bunga dan Bank of Japan, yang minggu lalu malah menaikkan suku bunga acuannya.


Pengetatan moneter tersebut membuat yen melesat lebih tinggi dan indeks saham Nikkei jatuh turun 6% pada hari Senin pagi. Nikkei sekarang lebih rendah sekitar 15% selama tiga sesi terakhir dan 20% ambruk dari puncaknya pada pertengahan Juli.

Sama seperti di Jepang, aksi jual juga terjadi di AS, di mana Nasdaq turun lebih dari 5% dalam dua sesi terakhir minggu lalu. Nasdaq futures turun 2,5% pada perdagangan hari Minggu malam.

Selain sikap hawkish Bank of Japan yang tidak terduga minggu lalu, Federal Reserve AS juga mengejutkan beberapa pihak bukan dengan mempertahankan suku bunga stabil, tetapi dengan terlihat agak ambivalen tentang pemotongan suku bunga pada bulan September, yang diasumsikan oleh hampir semua pelaku pasar sebagai hal yang pasti.

Sementara itu data terbaru di AS, termasuk tenaga kerja dan aktivitas manufaktur yang memburuk menimbulkan kekhawatiran bahwa resesi di AS sudah di depan mata.

Para trader telah memperhitungkan peluang 100% untuk penurunan suku bunga acuan AS di bulan September, dengan peluang 71% untuk penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin dan hanya 29% untuk penurunan sebesar 25 basis poin.

Melihat lebih jauh pada kurva jatuh tempo, imbal hasil Treasury 10-tahun AS telah jatuh ke 3,75% pada Minggu malam dibandingkan 4,25% hanya satu minggu yang lalu dan 150-175 basis poin lebih rendah dari target dana federal saat ini sebesar 5,25%-5,50%.

Friday, August 2, 2024

Pengakuan Gubernur BI: Suku Bunga Acuan Harusnya Turun!

 

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo saat rakornas pengendalian inflasi tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/6/2024). (YouTube/Sekretariat Presiden)
Foto: Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo saat rakornas pengendalian inflasi tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/6/2024). (YouTube/Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia-Suku bunga acuan Indonesia atau BI rate seharusnya bisa turun sejak beberapa bulan lalu. Akan tetapi, pada April BI rate harus naik dan kemudian ditahan pada level 6,25% hingga sekarang.

Apa alasannya?

"Untuk BI rate kenapa April tadi dinaikkan, menjadi 6,25% itu kami tahan? karena mestinya BI rate itu turun," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Pusat LPS, Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Pertimbangan utama dari kebijakan suku bunga adalah inflasi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, IHK Juli 2024 tercatat deflasi sebesar 0,18% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK menurun menjadi 2,13% (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 2,51% (yoy).

"Karena BI rate ditentukan bagaimana proyeksi inflasi, dan inflasi tahun ini rendah dan tahun depan juga rendah. Masih di target 2,5 plus minus 1%," paparnya.

Pertimbangan lain adalah kondisi pasar keuangan, khususnya pelemahan nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda yang jatuh ke level Rp16.000 membuat BI rate sulit turun.

Pelemahan rupiah terjadi karena situasi global, terutama Amerika Serikat (AS) dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan atau Fed fund rate (FFR).

"Sehingga, kami harus pastikan risk global terkendali dulu," terang Perry.