Foto: Pixabay
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas bergerak sangat volatile pada pekan lalu karena da pengumuman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Volatilitas tersebut diperkirakan masih berlanjut pada pekan ini karena banyak data penting yang akan dirilis.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (28/7/2023) harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 1.959,20 per troy ons. Harganya menguat tajam 0,73%.
Penguatan tersebut berbanding terbalik dengan pelemahan emas pada hari Kamis sebelumnya yang mencapai 1,38%.
Secara keseluruhan emas melemah 1,75% pada pekan lalu. Dengan demikian, emas sudah melemah secara dua pekan beruntun.
Harga emas masih bergerak ke arah positif dengan menguat tipis pada pagi hari ini.
Pada perdagangan Senin (31/7/2023) pukul 05:53 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.960,23 per troy ons atau menguat tipis 0,05%.
Harga emas diproyeksi akan bergerak volatile pada pekan ini mengingat ada rilis data ketenagakerjaan AS pada pekan ini.
Pada Selasa pekan ini akan ada pengumuman data JOLTs Job Opening yang aakan mengukur berapa banyak lowongan pekerjaan yang terbuka pada periode akhir Juni 2023.
Pada Jumat pekan ini, AS juga akan mengumumkan data pengangguran untuk Juli. Data JOLTs dan pengangguran menjadi pertimbangan besar bagi The Fed dalam menentukan kebijakan moneter ke depan.
Jika tenaga kerja AS masih panas maka sulit bagi The Fed untuk melunak. Akibatnya, harga emas akan tertekan.
Sebaliknya, jika tenaga kerja AS melandai maka bisa menjadi ruang bagi The Fed untuk melunak dan harga emas bisa terdongkrak.
Selain data pengangguran, pekan ini juga akan data penting dari China dan AS mengenai aktivitas manufaktur.
Aktivitas manufaktur China menjadi sorotan karena terus melemah. Jika PMI China membaik maka ada peluang bagi harga emas untuk naik karena ada harapan konsumsi emas China meningkat ke depan.
China adalah konsumen terbesar emas, baik dari konsumen pribadi ataupun industri.
Sebaliknya, aktivitas manufaktur AS justru diharapkan melandai. Jika PMI Manufaktur AS meningkat pesat maka itu menjadi sinyal jika ekonomi AS masih berlari kencang sehingga inflasi sulit turun. The Fed pun bisa sulit melunak.
"Saya perkirakan The Fed tidak akan terlalu khawatir jika data-data ekonomi AS menguat selama inflasi terus bergerak melemah. Saya perkirakan The Fed sudah mengakhiri kenaikan dan ini bisa membuat emas kembali dicari," tutur analis Marex, Edward Meir, dikutip dari Reuters.
CNBC INDONESIA RESEARCH