Thursday, September 25, 2025

Pidato Prabowo di PBB Cermin Ketegasan dan Kepercayaan Diri Bangsa

 Presiden Prabowo Subianto berpidato di KTT PBB, New York.

Presiden Prabowo Subianto berpidato di KTT PBB, New York. (Istimewa/Setpres)

Jakarta, Beritasatu.com – Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB menjadi sebuah momentum berharga dalam sejarah diplomasi Indonesia. Bukan sekadar rutinitas tahunan seorang kepala negara, pidato tersebut memperlihatkan gaya kepemimpinan yang tegas, percaya diri, dan berakar pada kebenaran moral universal.

Prabowo tampil dengan bahasa lugas, jauh dari retorika berbelit. Kalimat-kalimatnya sederhana namun sarat makna.

“Inilah retorika khas yang membuat pidato Presiden Prabowo bukan hanya terdengar, tetapi juga dirasakan. Ia menjadikan Deklarasi Universal HAM sebagai pijakan moral, menegaskan bahwa kesetaraan manusia bukan sekadar slogan, tetapi prinsip yang wajib diperjuangkan,” ujar Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Dr Harris Arthur Hedar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Harris, keberanian Prabowo menyinggung isu Palestina menjadi salah satu poin paling menonjol. Presiden menegaskan pentingnya memperjuangkan keadilan bagi Palestina, namun di saat yang sama tetap menekankan perlunya menjaga keamanan Israel.

“Di sinilah letak keseimbangan diplomatik yang jarang disampaikan secara terbuka. Berpihak pada keadilan, tapi tidak menutup ruang dialog. Indonesia tampil sebagai jembatan moral yang teguh pada prinsip, sekaligus realistis menghadapi dinamika geopolitik,” jelas Harris, yang juga menjabat wakil rektor Universitas Jayabaya.

Ia menambahkan, penutup pidato dengan salam lintas agama: “Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Shanti Shanti Om, Namo Buddhaya” menjadi simbol kuat toleransi dan pluralisme.

“Dalam satu tarikan napas, Prabowo menampilkan wajah Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran. Dunia melihat Indonesia tidak hanya bicara soal HAM dan keadilan, tetapi juga menjadi teladan pluralisme yang nyata,” ucapnya.

Bagi Harris, insiden teknis saat mikrofon sempat mati akibat aturan waktu lima menit justru memberi makna simbolis. “Meski ada batasan, pesan kebenaran selalu menemukan jalannya. Momen itu menegaskan sosok pemimpin yang tidak gentar menghadapi hambatan,” imbuhnya.

Resonansi pidato Prabowo, lanjut Harris, terasa semakin luas setelah disorot media internasional. Media Israel menyoroti penggunaan salam “Shalom”, sementara publik global mengapresiasi keberanian menyuarakan isu Palestina tanpa sekadar retorika. Bahkan sejumlah pemimpin dunia menilai gaya pidato Prabowo tegas sekaligus konstruktif.

“Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka memberi komentar positif. Ia menyebut penyampaian Prabowo lugas, tegas, dan mampu mewakili suara bangsa besar di panggung dunia. Pujian ini mempertegas posisi Indonesia sebagai kekuatan global yang diperhitungkan,” papar Harris.

Ia menilai momentum tersebut memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan suara moral independen di tengah rivalitas geopolitik. Pidato itu bukan sekadar seremoni, melainkan pernyataan sikap yang menegaskan Indonesia berani tampil dengan kepercayaan diri, menggabungkan nilai moral universal, kepentingan nasional, serta strategi diplomasi yang seimbang.

“Inilah esensi diplomasi kebenaran. Menyampaikan hal apa adanya, berpegang pada prinsip, dan disuarakan dengan keyakinan. Sidang PBB kali ini menjadi penanda babak baru Indonesia bukan hanya hadir di forum global, tetapi juga ikut menentukan arah percakapan dunia,” pungkas Harris.

No comments:

Post a Comment