Jambi - Ambisi besar pemerintah untuk membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik alias electric vehicle (EV) diprediksi bakal menguntungkan bagi emiten sektor nikel dan otomotif.
Lalu apa saja kabar baik terkait proyek baterai mobil tersebut bagi emiten-emiten terkait?
Dalam riset yang diterbitkan Selasa (23/3/2021), CLSA Sekuritas membahas mengenai outlook kendaraan listrik di Tanah Air serta prospek emiten-emiten yang terkait dengan proyek tersebut.
Untuk memenuhi rencana tersebut, pemerintah tercatat sudah meluncurkan sejumlah insentif besar-besaran untuk menarik investasi.
Terbaru, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberikan insentif pajak bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, insentifnya berupa libur pajak (tax holiday) selama 10 tahun, termasuk ke investor mobil listrik.
Tax holiday adalah fasilitas pajak yang berlaku untuk perusahaan baru berdiri yang diberikan kebebasan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Badan. Ini berlaku bagi investor yang ingin membangun pabrik mobil listrik di Indonesia dengan minimal nilai investasi Rp 5 triliun.
Sejak awal, pemerintah berkeinginan untuk menjadi hub kendaraan listrik (EV) untuk pasar ASEAN.
Hal ini dilakukan dengan membentuk rantai pasokan lengkap dari hulu ke hilir, dengan penambangan nikel, pemrosesan hilir, baterai sampai manufaktur mobil.
Tentu, ini akan menguntungkan emiten produsen nikel, yang merupakan bahan baku pembuatan baterai.
Adapun tiga emiten yang disorot broker asal Hong Kong ini yakni dua emiten nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) serta emiten raksasa otomotif PT Astra International Tbk (ASII).
Menurut catatan CLSA, untuk menggolkan rencana besar ini, pemerintah telah memulai rencana 10 tahun untuk membangun ekosistem industri terintegrasi dengan penerbitan Peraturan Presiden No 55 tahun 2019. Ini payung hukum pertama tentang percepatan kendaraan listrik untuk transportasi darat.
"Kami yakin langkah pemerintah masuk akal mengingat sumber daya mineralnya yang kaya-- memiliki 25% dari semua cadangan nikel global; pengalaman suksesnya dalam pemrosesan hilir nikel; dan permintaan global yang kuat untuk EV [kendaraan listrik]," tulis periset CLSA Sarina Lesmina dan tim dalam riset mereka, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (23/3/2021).
Selain itu, pemerintah sudah menyiapkan road map alias peta jalan proyek ini yang berisi dua pencapaian, yakni rentang 2020-2025 dan 2025-2035.
Tonggak pertama adalah total kendaraan rendah emisi karbon (low-carbon-emission vehicle/LCEV) yang diproduksi secara lokal mencapai 20% pada tahun 2025.
Target kedua adalah 30% dari total kendaraan domestik beralih menjadi kendaraan rendah emisi karbon (LCEV) pada tahun 2035.
Untuk mencapai target ini, menurut CLSA, pemerintah telah memetakan strategi untuk mendorong adopsi kendaraan listrik lebih awal, sehingga meningkatkan permintaan.
Selain itu, pemerintah mendukung penciptaan rantai pasokan yang meliputi pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi untuk kendaraan listrik dan produksi baterai.
Tidak cukup sampai di situ, pemerintah juga mengeluarkan sejumlah relaksasi pajak untuk mendorong adopsi awal kendaraan listrik.
Di sisi permintaan, rezim pajak berbasis emisi baru yang berlaku mulai 16 Oktober 2021 akan menggantikan skema pajak barang mewah yang ada.
Selain itu, akan ada insentif berupa pajak kepemilikan atas pembelian kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) secara regional.
Adapun di sisi penawaran, pemerintah telah menjanjikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi para produsen mobil yang mampu memproduksi kendaraan listrik dalam jumlah tertentu secara lokal.
Menurut pengamatan CLSA, insentif ini juga akan meluas ke seluruh rantai nilai, termasuk perusahaan swasta yang membangun infrastruktur pendukung.
Di samping insentif di atas, pemerintah juga memberikan dukungan kebijakan multi-kanal alias dalam berbagai aspek untuk mendukung industri ini. Dengan hal ini, pemerintah menunjukkan resolusinya untuk membangun rantai nilai kendaraan listrik yang komprehensif.
pt.bpfjambi